Kotak hitam pesawat atau black box
menyimpan misteri yang bisa mengungkap penyebab kejadian kecelakaan. Ia
berfungsi untuk menyimpan percakapan yang terjadi antara pilot kepada
krunya atau menara pengawas. Selain itu, black box juga bisa
menyimpan berbagai informasi dari banyak sensor di pesawat terkait
masalah yang bisa jadi penyebab kecelakaan. Nantinya, informasi yang
terekam akan dijadikan petunjuk oleh pihak berwenang untuk mengungkap
misteri penyebab kecelakaan. Walau memiliki kemampuan mumpuni,
namun alat ini disebut sudah jadul alias ketinggalan zaman. Apalagi di
tengah pesatnya perkembangan teknologi pada zaman saat ini.Tahukah Anda kalau black box yang jamak digunakan saat ini pertama kali
ditemukan pada 1950an? Lantas di bagian mana ketinggalan zamannya?
Sebelum sampai ke bagian itu ada baiknya kita menelusuri lebih dulu
secara singkat perjalanan lahirnya black box.
Adalah Dr. David Warren dari Australia yang pertama kali
mendesainnya. Ia terinspirasi dari kecelakaan pesawat yang merenggut
nyawa ayahnya pada 1934 saat dirinya masih berusia 9 tahun. Prototipe pertama black box
dibuat pada 1956 dengan nama ARL Flight Memori Unit. Butuh sekitar 5
tahun bagi Warren hingga perangkat buatannya dianggap penting oleh dunia
penerbangan. Sejak saat itu, tidak ada perubahan berarti terhadap
fungsi maupun fitur yang dimilikinya. Black Box terdiri dari dua
bagian, yaitu Flight Data Recorder (FDR) dan Cockpit Voice Recorder
(VCR). Berdasarkan keterangan dari Anthony Brickhouse, dari
Embry-Riddle Aeronautical University, kampus penerbangan di Amerika
Serikat, FDR bertugas menyimpan parameter penerbangan selama 25 jam
sebelum ditimpa dengan rekaman baru. Informasi tersebut meliputi
kecepatan, ketinggian, waktu, hingga arah pesawat. Sedangkan VCR
menyimpan percakapan antara pilot kepada krunya atau menara pengawas. Periode rekamannya selama dua jam, dan setelahnya ia akan terus merekam
ulang dengan sendirinya dan menimpa data sebelumnya. Black box
terbaru telah menggunakan memori jenis solid-state sebagai media
penyimpanannya -- dalam satu hal ini memang tak ketinggalan zaman. Adapun kapasitas penyimpanannya bisa menampung sampai 700 parameter data
penerbangan. Selain itu, ada standar keamanan juga yang harus
dimiliki black box, yaitu tahan api, tahan air, dan mampu menahan
tekanan hingga di kedalaman 6.000 meter di bawah permukaan laut. Oh ya,
black box tak berwarna hitam, melainkan jingga agar mudah dilihat. Melihat
sederetan kemampuannya itu, di bagian mana sih ketinggalan zamannya?
Nah, hal ini mulai tampak dari cara untuk menemukan black box. Ketika ia jatuh ke dalam air, maka black box akan mengirimkan
getaran. Sayang, alat pelacaknya itu memiliki baterai yang hanya tahan
sampai 30 hari. Lewat dari situ, pencariannya akan semakin sulit. Salah
satunya terjadi pada kasus kecelakaan Air France pada 2009. Petugas
butuh waktu sampai dua tahun untuk menemukan black box. Sejak
kejadian tersebut, Prancis punya sejumlah ide untuk memberikan
pengembangan terhadap perangkat tersebut. Beberapa di antaranya adalah
mekanisme ketapel ketika ia jatuh di permukaan air, sampai peningkatan
ketahanan pelacaknya sampai 90 hari. Mungkin ada yang berpikir,
kenapa tidak disematkan GPS saja? Sayang, tidak seperti smartphone,
teknologi tersebut sulit diterapkan pada black box. Alasannya, perangkat ini butuh bandwidth super besar untuk
mengirimkan informasi karena besarnya data yang disimpannya. Selain itu,
kecepatan akses data di tiap negara juga berbeda-beda sehingga cara
tersebut masih sulit diimplementasikan. Oke, jika cara
menemukannya sulit diubah, bagaimana dengan metode penyimpanan datanya?
Salah satu ide yang muncul adalah mengirim data rekaman di kokpit serta
informasi penerbangan ke satelit dan disimpan di media penyimpanan
miliknya. Tidak hanya menghilangkan kekhawatiran jika black box tidak dapat
ditemukan, tapi rekaman yang bisa didengarkan secara real-time juga
berpotensi untuk mencegah kecelakaan dengan mendeteksi masalah yang
terjadi. Kedengarannya bagus, tapi implementasinya tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Faktor penghalangnya adalah uang. Ide
tersebut akan sangat mahal untuk diwujudkan. Pihak maskapai penerbangan
harus menambahkan komponen-komponen tertentu di seluruh armadanya,
memesan satelit, dan mengamankan penyimpanan data. Sekadar informasi, bandwidth data menggunakan satelit juga sangat
mahal. Biayanya sekitar USD 1 per kilobyte, dengan potensi terus
meningkat seiring waktu berjalan. "Seperti semua hal, kalian tahu
uang akan selalu jadi masalah," ucap Brickhouse, sebagaimana dikutip dari Popular Science. Menarik untuk ditunggu bagaimana black
box akan berkembang mengikuti inovasi-inovasi yang ada di teknologi. Mengingat peran vitalnya di dunia penerbangan, tentu jadi kabar baik
jika black box bisa lebih kekinian lewat tambahan teknologi canggih pada
zaman now. |
0 komentar: