Feature news

Tampilkan postingan dengan label sejarah indonesia pahlawan. Tampilkan semua postingan

Jenderal Ahmad Yani Lolos dari Kepungan Pasukan Brigade Terkejam

Jenderal Ahmad Yani (kiri)

Perjalanan hidup Jenderal Ahmad Yani dari seorang sipil hingga bergabung dalam kemiliteran tidak begitu sulit.

Itu karena kepintaran serta kegigihan yang dimilikinya.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber, saat Jenderal Ahmad Yani menikah dengan Bandiah Yayu Rulia pada 5 Desember 1944, ternyata ia menjabat sebagai Komandan Seksi I Kompi III Batalyon II.

Berpangkat sebagai komandan, Yani cukup disegani anak buahnya dan pasukan yang dipimpinnya selalu memperlihatkan prestasi yang baik ketika mengadakan latihan perang.

Karena hal itulah pasukan Yani menjadi terkenal.

Dua hari setelah proklamasi, Jepang membubarkan Peta dan semua organisasi kemiliteran dengan alasan agar pasukan-pasukan itu tidak menyerang balik Jepang.

Pasukan Ahmad Yanipun juga ikut bubar dan membuat semua prajuritnya pulang ke kampung masing-masing.

Namun pada akhirnya Yani berhasil mengumpulkan para prajuritnya sebesar satu batalyon.

Dengan kekuatan itulah ia memberikan jasa pertamanya dalam mempertahankan negara dan perjalanan Yani dengan pasukan hebatnya dimulai.

Yani beserta pasukannya turut andil dalam peristiwa Tidar pada tanggal 24 September 1945.

Pada saat itu pemuda Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih namun diturunkan oleh Jepang dan menyebabkan bentrok fisik.

Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, pasukan Yani ini dijadikan Batalyon 4, sedangkan Yani diangkat menjadi komandan batalyon dengan pangkat Mayor.

Batalyon 4 atau yang lebih dikenal dengan Batalyon Yani juga terjun langsung dalam peristiwa Palagan Ambarawa pada 15 Desember 1945.

Seiring berjalannya waktu, organisasi TKR berkembang dan sempat berganti nama sebanyak dua kali hingga akhirnya ditetapkan menjadi Tentara Nasional Indonesia.

Karena memiliki prestasi yang cukup baik, pada September 1948 pangkat Ahmad Yani dinaikan menjadi Letnan Kolonel. Saat menjabat jabatan baru itu, PKI melancarkan pemberontakan.

Tidak hanya berdiam dengan jabatannya itu, Yani bersama pasukannya turun bersama pasukan lain dan berhasil menumpas pemberontakan.

Tidak lama berselang, pada 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresi militer untuk kedua kalinya.

Magelang diserang dari tiga jurusan, yakni dari Yogyakarta, Ambarawa dan Purworejo.

Kota tempat kedudukan Yani ini terkepung. Tetapi ia tidak panik dan rencana yang sudah disusun tetap dijalankan.

Magelang sempat hancur dan pasukan terpaksa mundur ke tempat yang sudah ditentukan.

Ternyata ini semua sesuai dengan taktik yang telah disusun Panglima Besar Soedirman dan dimulailah perang gerilya.

Singkat cerita, pasukan-pasukan yang dipimpin Jenderal Ahmad Yani menghadapi lawan yang dikenal kejam. Mereka adalah Brigade Victoria, pasukan Belanda yang dipimpin Letkol Van Zanton.

Pasukan ini berhasil mengepung Yani saat ia sedang mengadakan inspeksi ke Candiroto.

Dikenal memiliki sikap tenang, tentu Ahmad Yani tidak mengambil pusing situasi itu.

Akhirnya ia berhasil mengambil alih pertempuran dan menggagalkan kepungan Belanda.

Bahkan mereka dipaksa mundur oleh Yani dan pasukannya.
Learn more »

Kisah Bapak TNI AU dari Malaria, Diskriminasi Hingga Pesawat Rongsok

R. Soerjadi Soerjadarma, KSAU Pertama

Tanggal 9 April 1946 merupakan momen terpenting bagi TNI AU, karena menjadi dasar pembentukan dan lahirnya TNI AU.

Ketetapan itu juga sekaligus menunjuk Komodor Udara R. Soerjadi  Soerjadarma sebagai Kepala Staf Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara (TRI AU) yang pertama dan saat itu berkedudukan di Yogyakarta.

Berdasarkan informasi dari situs resmi milik TNI AU Sabtu 23 Mei 2020, awal mula Soerjadarma bisa berada di militer adalah ia mengikuti Akademi Militer di Breda, Belanda yang  ditempuh selama tiga tahun.

Sehingga ia memiliki dasar-dasar kemiliteran dan kepemimpinan.

Setelah lulus dari Akademi Militer Breda pada tahun 1934, Soerjadarma ditempatkan di Satuan Angkatan Darat Belanda di Nijmigen, Negeri Belanda, akan tetapi satu bulan kemudian Soerjadarma dipindahkan ke Batalyon I Infantri di Magelang sampai bulan November 1936. Dengan status sebagai perwira dengan pangkat Letnan Dua,  Soerjadarma mendaftarkan diri sebagai Calon Cadet Penerbang. Meski lulusan Breda, Soerjadarma sudah dua kali mencoba mengikuti tes masuk Sekolah Penerbang. Namun selalu gagal dengan alasan Soerjadarma menderita sakit Malaria.

Akhirnya berkat keuletan dan kemauan yang keras, pada tes yang ketiga Soerjadarma akhirnya dapat diterima menjadi siswa penerbang yang diselenggarakan di Kalijati.

Soerjadarma menyelesaikan pendidikan Sekolah Penerbang pada bulan Juli 1938, namun tidak pernah diberikan brevet penerbang berhubung adanya politik diskriminasi Belanda, yang tidak mengizinkan seorang pribumi untuk menjadi penerbang karena Militaire Luchtvaartdient merupakan kelompok elite Belanda saat itu.

Perjalanannya untuk membentuk satuan TNI AU terbilang tidak mudah, pada saat itu ia juga masih harus berjuang melawan Jepang.

Karena, setelah Belanda selesai menjajah Indonesia, Jepang juga ingin menjajah Indonesia karena kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia.

Dalam membangun kekuatan udara Indonesia, Soerjadarma memanggil Agustinus Adisujtipto di Salatiga untuk ikut membantu menyusun kekuatan udara  Indonesia.

Meskipun dalam keadaan serba kekurangan, namun semangat Soerjadarma dalam membangun dan menyusun kekuatan udara Indonesia tidak pernah luruh.

Sejak memegang pimpinan AURI, Soerjadarma banyak melakukan penerbangan ke berbagai daerah di Indonesia.

Ia dengan berani ikut terbang ke Yogyakarta, dari cross-country flight ke Gorda (Serang), dengan menggunakan Cureng, pesawat peninggalan Jepang.

Hal ini dilakukan untuk membuktikan kepada dunia luar, bahwa kita memiliki kekuatan udara di wilayah Nusantara. Walaupun yang digunakan adalah pesawat tua peninggalan Jepang.

Namun, oleh karena didorong oleh tekad perjuangan dan semangat yang membaja, maka pesawat-pesawat rongsokan tersebut berhasil diperbaiki oleh tenaga teknisi Indonesia.

Melalui motonya “Kembangkan Terus Sayapmu demi kejayaan tanah air tercinta ini, Jadilah Perwira sejati pembela tanah air”, Soerjadarma terus mengajak perwira-perwira muda AURI untuk terus bersemangat dalam menumbuh kembangkan AURI.

TNI Angkatan Udara terlahir dari tidak ada, hingga menjadi angkatan udara paling canggih dan ditakuti di kawasan Asia Tenggara pada era tahun 1960-an merupakan wujud dari pengabdian R. Soerjadi Soerjadarma kepada negara dan Bangsa Indonesia dalam membangun dan mengembangkan Angkatan Udara Republik Indonesia.

Untuk mengenang jasa-jasanya,  pada tahun 2000, R. Soerjadi Soerjadarma dikukuhkan Pimpinan TNI AU Marsekal TNI Hanafie Asnan sebagai “BAPAK AURI”, dan diabadikan menjadi nama Pangkalan Udara (Lanud) Soerjadarma di Kalijati.

Learn more »

Memprihatinkan, Anak Pahlawan Nasional ini Tubuhnya Kurus Kering

Namun siapa sangka, di balik sejarah perjuangannya, kehidupan anaknya luput dari perhatian.

Bahkan saat ditemui oleh aktor tampan Zack Lee, sang anak dalam kondisi yang amat memilukan.

“Ini adalah Kores.

Anak pertama dari Mayor TNI Johannes Abraham Dimara, pahlawan yang berandil besar dalam pembebasan Irian Barat,” tulis mantan suami Nafa Urbach tersebut.

Prihatin dengan kondisi Kores, Zack melalui postingan Instagramnya mengajak para pengikut serta pengguna media sosial lainnya untuk membantu Kores dalam pengobatan penyakitnya.

“Kebetulan dia sedang sakit yang cukup parah.

Saat ini kita butuh sumbangan untuk urus keperluan rumah sakit dan lain-lain. Dengan post ini, aku berharap bisa ada yang tergerak untuk membantu dan meringankan kita yang mengurus dia,” tulisnya.
Menjadi anak seorang Veteran Republik Indonesia yang memiliki peran penting dalam pengembalian wilayah Irian Barat ke tangan Indonesia, hal ini nyatanya tak membuat hidup Kores terjamin.

Dia justru hidup dalam kondisi memprihatinkan, tinggal di rumah sederhana bahkan dengan kondisi tubuh yang sangat kurus dan tak berdaya.

Seperti dilansir merdeka.com, Kores adalah putra pertama dari Mayor TNI Johannes Abraham Dimara, pahlawan Nasional Indonesia yang memperjuangkan pembebasan Irian Barat.

Bahkan karena jasanya, Mayor Johannes dinamai dengan Dr. J. Mena, dan Ir Soekarno membuat sebuah patung yang terletak di Lapangan Banteng Jakarta karena terinspirasi dari sosoknya.
Learn more »

4 Kisah bahasa asing Haji Agus Salim bikin orang terkagum-kagum

Haji Agus Salim dikenal sebagai negarawan dengan kecerdasan luar biasa. Salah satu kemampuannya yang banyak dipuji di dalam dan luar negeri adalah menguasai banyak bahasa. 

"Kepandaiannya luar biasa. Dalam seratus tahun hanya lahir satu manusia semacam itu," puji Bung Hatta. 

Haji Agus Salim dikenal menguasai banyak bahasa, sedikitnya sembilan bahasa. Dia menularkan kemampuan berbahasa asing itu kepada anak-anaknya. Sejak kecil, anak-anaknya sudah lancar berbahasa Belanda. Berikut kisah tentang kemampuan bahasa asing Haji Agus Salim yang mengundang pujian seperti dirangkum merdeka.com :
Bahasa Arabnya sangat fasihHaji Agus Salim yang akrab dipanggil Pak Salim merupakan sosok politisi istimewa di benak masyarakat dan cendekiawan Mesir.? Kemampuan berbahasa asing salah satu tokoh elit Sarekat Islam (SI) ini sempat memukau khalayak Mesir. Hal itu seperti kesaksian M. Zain Hasan, aktivis 1947, yang mencari dukungan Mesir (Liga Arab) untuk Indonesia.

Saat berkunjung ke Mesir, Pak Salim mengadakan tiga kali ceramah dengan tiga bahasa yang berlain-lainan. Ceramah itu diucapkan lewat bahasa Prancis di Institut Geografi Kerajaan, bahasa Inggris di Aula Universitas Fouad I (Universitas Kairo sekarang), dan bahasa Arab di Gedung Persatuan Wartawan Mesir.

Gedung Persatuan Wartawan Mesir adalah saksi bisu dia mengejutkan para pewarta Mesir waktu itu. Tak ada yang mengira Pak Salim akan berpidato dengan bahasa Arab. Mulanya Pak Salim memberi penerangan dan menjawab pertanyaan mengenai Indonesia dalam bahasa Indonesia. M. Zain Hasan adalah orang yang diminta menjadi petugas penterjemah ke bahasa Arab.

Kejadian itu dimulai ketika acara perjamuan yang disediakan Persatuan Wartawan Mesir untuk menghormati Pak Salim. Ketua Persatuan Wartawan Mesir, Hafiz Mahmoed, memulai sambutan dengan ucapan welcome, persahabatan dan persaudaraan Islam yang iklhas dan akrab. Sekonyong-konyong Pak Salim menjawab sambutan tersebut. Jawaban dengan irama serupa, serta terima kasih atas sokongan media massa Mesir dan negara Timur Tengah diucapkan fasih dalam bahasa Arab.

M. Zain Hasan terkejut, sebelumnya dia telah bersiap-siap untuk menterjemahkan. Diiringi ngangaan hadirin, Pak Salim langsung berbicara dalam bahasa Arab fasih, kata-kata halus terpilin dalam susunan bermutu tinggi.

Hadirin bergemuruh tepuk tangan tanda kekaguman dan penghargaan. Hafiz Mahmoed pun tergesa menjabat tangan Pak Salim dengan semesra-mesranya.
Bahkan paham bahasa kambingJef Last, penulis Belanda yang berkenalan dengan Haji Agus Salim ketika Agus Salim menemui tokoh SDAP PJ Troelstra di Belanda pada 1930. Cerita Jef Last ini dimuat dalam buku Seratus Tahun Haji Agus Salim terbitan Sinar Harapan.

Jef Last mengutip cerita Sutan Sjahrir kepadanya. "Kami sekelompok besar pemuda, bersama-sama mendatangi rapat di mana Pak Salim akan berpidato dengan maksud mengacaukan pertemuan itu. Pada waktu itu Pak Salim telah berjanggut kambing yang terkenal itu dan setiap kalimat yang diucapkan Pak Haji disahut oleh kami dengan mengembik yang dilakukan bersama-sama. Setelah ketiga kalinya kami menyahut dengan "me, me, me" (mbek), maka Pak Salim mengangkat tangannya seraya berkata.

"Tunggu sebentar. Bagi saya sungguh suatu hal yang sangat menyenangkan bahwa kambing-kambing pun telah mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Hanya sayang sekali bahwa mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga mereka menyela dengan cara yang kurang pantas. Jadi saya sarankan agar untuk sementara tinggalkan ruangan ini untuk sekadar makan rumput di lapangan. Sesudah pidato saya ini yang ditujukan kepada manusia selesai, mereka akan dipersilakan masuk kembali dan saya akan berpidato dalam bahasa kambing khusus untuk mereka. Karena di dalam agama Islam, bagi kambing pun ada amanatnya dan saya menguasai banyak bahasa."

"Kami tidak tinggalkan ruangan," kata Sjahrir. "Tetapi kami terima dengan muka merah gelak tawa dari hadirin lainnya," imbuhnya. Masih menurut Sjahrir, sesudah peristiwa itu para pemuda masih melawannya. "Tetapi tidak pernah lagi kami mencemoohkannya," ujar Sjahrir dikutip Jef Last.
Inggris dan Prancisnya dipuji saat konferensi di JenewaTahun 1930, Agus Salim menghadiri Konferensi Buruh Internasional di Jenewa. Dia hadir didaulat sebagai penasehat delegasi buruh Belanda.

Di dalam konferensi, Haji Agus Salim berpidato memakai bahasa Inggris. Pidato yang baik dan bagus itu mendapatkan pujian dari peserta konferensi.

Terpantik oleh bagusnya pidato dia, ada seorang peserta menantang Agus Salim berpidato dalam bahasa Prancis di lain waktu. Saat Agus Salim mendapatkan gilirannya, dia berpidato dalam bahasa Prancis. Hal itu didahului dengan permintaan izin dia untuk diperkenankan memakai bahasa Prancis.

Permintaan peserta konferensi yang terkesan tantangan itu dengan mudah dia penuhi. Pidatonya dalam bahasa Prancis memperoleh pujian. Hal yang sama dia peroleh pada pidato awal via bahasa Inggris.

Menurut Mohamad Roem, anak didik Agus Salim sebelum masa kemerdekaan, orang Belanda anti ucapkan pujian, bahkan penghargaan pun tidak. Dia menilai pujian orang Belanda terhadap Agus Salim itu sangat menonjol. Apalagi orang Belanda terikat perasaan, jika bangsa Indonesia masih terbelakang.
Pujian dari Belanda
Prof Schermerhorn yang mewakili Belanda dalam perundingan Linggarjati memiliki kesaksian sendiri soal kemampuan berbahasa asing Haji Agus Salim. Dia menuliskan tersendiri dalam buku hariannya terbit tahun 1970, Senin malam 14 Oktober 19.46 pukul 21.15.
"Saya khusus ingat kepada Salim yang pada suatu hari akan saya undang ke istana sini. Orangtua yang sangat pintar ini seorang jeni dalam bahasa, bicara dan menulis dengan sempurna dalam sembilan bahasa. Dia hanya memiliki satu kelemahan yaitu: bahwa selama hidupnya melarat."
Learn more »