Feature news

Tampilkan postingan dengan label indonesia technology. Tampilkan semua postingan

Indonesia Pakai 2,3 GHz untuk 5G, Apa Kata Oppo?

Indonesia bakal menggelar 5G di 2,3 GHz, padahal banyak negara yang tidak menggunakan opsi tersebut. 

 Lantas bagaimana tanggapan Oppo yang sering menggelar uji coba 5G dengan operator seluler di dunia?

Supervisor of Mobile Broadband Department Oppo, Zhi Chen, berpendapat ada banyak operator yang mengadopsi 2,3 GHz untuk menggelar jaringan penerus 4G ini. 

Malah dinilainya bagus karena dapat memperluas skala pengaplikasian 5G.

"Bila sudah tersedia, Oppo akan mengidentifikasi dan menganalisa agar kami dapat menghadirkan service atau produk yang dibutuhkan," kata Chen saat sesi interview Mobile World Congress (MWC) Shanghai 2021.

Menyoal Indonesia sebagai negara kepulauan, Chen menilai saat ini cocok menggunakan Sub-6 GHz. 

Tapi ke depan tak ada salahnya melirik mmWave lantaran jaringan ini menawarkan sejumlah keunggulan.

"mmWave punya gelombang broadband yang lebih baik dan memiliki kecepatan yang lebih ngebut. Kami yakin mmWave akan menjadi tren kedepannya," ujar Chen.

Oppo sendiri belum lama ini melakukan pengujian mmWave bersama Ericsson. 

Hasil uji menunjukkan kecepatan downlink mencapai 4,06 Gbps. 

Dengan kecepatan tersebut pengguna dapat mengunduh film ultra high definition (UHD) atau game berukuran 2 GB hanya dalam waktu empat detik.

Selain itu pengguna yang berjarak 2,3 kilometer dari BTS bisa mendapatkan kecepatan downlink. 200 Mbps. 

"Ini hasil tertinggi dari semua tes pada perangkat konsumen yang pernah dilakukan di China selama ini," klaim Chen.

Karena itu, Oppo dan Ericsson yakin mmWave 5G dapat menghadirkan pengalaman terbaik memainkan game dengan grafis yang berat. 

Konsumen pun dapat menikmati siaran televisi atau layanan streaming video dengan kualitas UHD, dan mendukung tren AR ke depannya.

"Oppo percaya teknologi mmWave 5G adalah kunci untuk langkah selanjutnya dari aplikasi 5G dan juga kunci untuk merealisasikan peralatan rumah pintar," pungkas Chen.

Learn more »

Pengamat: Jangan Paksakan 5G di Frekuensi 2,3 GHz, Bisa Lemot

Pengamat telekomunikasi Nonot Harsono penggelaran layanan 5G di pita frekuensi 2,3 GHz tidak bisa dipaksakan. Sebab bila demikian, maka bisa jadi layanan 5G nanti jadinya rasa 3G.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebelumnya mengatakan ketika pembukaan lelang frekuensi 2,3 GHz, nantinya dimanfaatkan untuk transformasi digital hingga mengimpelemtasikan jaringan seluler generasi kelima di Indonesia.

"Itu kesalahan di awal. Secara logika untuk 5G yang paham tahu penggelaran 5G tidak bisa dipaksakan hanya 10 MHz. 

Semua akademisi tahu kalau menggelar 5G itu harus minimal 80-100 MHz secara contiguous," kata Nonot.

Di lelang frekuensi 2,3 GHz yang dibuka Kominfo kemarin operator seluler hanya berebut masing-masing dengan lebar pita 10 Mhz. 

Sementara di spektrum yang sama, sudah lebih dulu dihuni, Smartfren dan Telkomsel selebar 30 MHz, lalu Berca menguasai 8 zona.

Nonot menjelaskan dengan lebar pita 80-100 MHz itu agar layanan 5G yang diberikan sesuai, yaitu memberikan kecepatan maksimal, latensi rendah, begitu juga agar efisien.

"Kalau bicara 5G itu kan yang ekstrem seperti mobil tanpa supir, itu bisa memanfaatkan pita lebar 100 MHz. 

Selain itu juga, jarak antar BTS itu berdekatan. Kalau 10 MHz itu konyol," kata mantan Komisioner BRTI ini.

Setelah membatalkan hasil lelang frekuensi 2,3 GHz, Kominfo berencana membuka lagi lelang di spektrum yang sama. 

Namun, mengenai waktunya, Kominfo belum mengungkapkannya tanggal mainnya.

Menkominfo Johnny G Plate menyebutkan bahwa penggelaran 5G di Indonesia tidak tergantung dengan satu frekuensi saja atau tepatnya mengandalkan frekuensi 2,3 GHz.

"Initial deployment 5G akan terus dijalankan di semua spektrum layer band baik lower ban, coverage band maupun super data layer band. 

Tidak hanya tergantung pada 2,3 GHz spektrum," kata Johnny.

"Pelelangan spektrum 2,3 GHz akan terus dilanjutkan oleh panitia lelang dan diharapkan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak lama," ucap Menkominfo.

Learn more »

Indonesia Pakai Frekuensi 2,3 Ghz untuk 5G, Ini Kata Qualcomm

Indonesia bakal menggunakan frekuensi 2,3 Ghz untuk 5G. 

Padahal frekuensi tersebut jarang digunakan oleh banyak negara lain untuk menggelar jaringan penerus 4G, apa kata Qualcomm soal ini?

Senior Vice President and General Manager, Mobile, Compute, and Infrastructure Qualcomm Technologies, Alex Katouzian mengatakan pihaknya mendukung apapun frekuensi yang digunakan, mulai dari 400 Mhz hingga 39 Ghz. Dalam hal dukungan 2,3 Ghz, itu bukanlah halangan.

Alex memahami soal frekuensi 2,3 Ghz yang tidak digunakan oleh banyak negara. Sehingga ada kekhawatiran ponsel yang dialokasikan untuk 2,3 Ghz bakalan tidak dapat digunakan di tempat lain.

"Kendati begitu dari perspektif Qualcomm, kami tidak melihat adanya halangan sama sekali. Malah 2,3 GHz sangat bagus dalam hal penetrasi, panjang gelombang dan lainnya," terang Alex saat sisi tanya jawab Snapdragon Tech Summit 2020 yang berlangsung online.

Jika ada kendala dengan OEM membuat smartphone untuk 2,3 Ghz, mungkin melakukan kombinasi model dapat mengatasi masalah tersebut.

"Menurut pendapat saya, jika mampu melakukan beberapa kombinasi model, OEM malah dapat memenuhi 80% kebutuhan smartphone 5G dunia," pungkas Alex.

Sebelumnya diberitakan Untuk memuluskan penggelaran layanan 5G di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melelang pita frekuensi 2,3 GHz.

Kominfo membuka seleksi pengguna pita frekuensi radio 2,3 GHz pada rentang 2360-2390 MHz untuk keperluan penyelenggaraan jaringan bergerak seluler.

Seleksi penghuni baru di pita frekuensi 2,3 GHz disebut sebagai bagian Kominfo untuk mendukung transformasi digital di sektor ekonomi, sosial, dan pemerintah, karena masih terdapat blok frekuensi radio yang saat ini belum ditetapkan pengguna pita frekuensi radio.

Selain itu, lelang frekuensi 2,3 GHz ini juga bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jaringan bergerak seluler, meningkatkan kualitas layanan secara maksimal, serta mendorong akselerasi penggelaran infrastruktur TIK dengan teknologi generasi kelima (5G).

Learn more »

Balesin.ID Tawarkan Chatbot untuk Jualan Online Lewat WhatsApp

BJtech menambahkan fitur baru di chatbot Balesin.ID bernama Chat Commerce, yang membuat penggunanya bisa berbelanja online menggunakan WhatsApp.

Tidak hanya siap melayani setiap pertanyaan pelanggan secara otomatis, fitur Chat Commerce dari Balesin.ID menyediakan mini-website yang bisa dimanfaatkan penjual untuk menampilkan barang-barang dagangan mereka. 

Mini-website ini memudahkan pembeli untuk melihat-lihat produk beserta detailnya, kemudian melakukan pembelian tanpa keluar dari layar chatting.

"Di fase pandemi ini, sedikit banyak mengubah perilaku kebiasaan masyarakat Indonesia dalam berbelanja. 

Yang tadinya untuk belanja keluar rumah tidak ada masalah, sekarang mereka cenderung ingin berbelanja dari rumah saja, melalui online," ujar Diatce G. Harahap, CEO Balesin.ID dalam keterangan yang diterima.

"Melihat fenomena tersebut, kami dari Balesin.ID mengembangkan fitur Chat Commerce yang dimana para konsumen bisa langsung berbelanja dari WhatsApp Messenger, sebagai salah satu channel chatting favorit masyarakat Indonesia," tambahnya.

Adapun fitur-fitur lainnya untuk mendukung proses jual-beli online menjadi lebih mudah, seperti kalkulasi biaya dan ongkos kirim otomatis, integrasi dengan payment gateway dan logistik pilihan, dashboard untuk memantau aktivitas penjualan toko online, hingga data analitik untuk mencapai penjualan yang maksimal.

Didukung oleh teknologi kecerdasan buatan berbasis chatbot, Balesin.ID memposisikan diri sebagai admin otomatis toko online yang siap menjawab pertanyaan pelanggan dengan tepat dan cepat.

Setelah mendapatkan suntikan dana dari Stellar Kapital dan GDI (Global Digital International), Balesin.ID menawarkan alternatif baru untuk berjualan dan belanja online. 

Penjual tidak perlu menjawab ratusan chat pelanggan satu per satu, sementara pembeli juga tidak khawatir karena pertanyaan mereka akan dijawab kapan pun, selama 24 jam.

"Salah satu klien Balesin.ID yang sudah menggunakan fitur Chat Commerce di WhatsApp telah berhasil menunjukkan hasil positif seperti kenaikan di jumlah order dan revenue setiap bulannya sampai lebih dari 200%. 

Sehingga untuk brand-brand lain yang ingin meningkatkan customer engagement-nya di fase pandemi seperti sekarang ini, kami sangat siap untuk berkolaborasi," tutup Diatce.

Learn more »

Deretan Teknologi Penangkal Virus Corona Karya Orang Indonesia

AHMAD ALGHOZI  
 

Aplikasi memantau penyebaran virus External Link : Video Aplikasi Fight Covid-19

 
Inisiatif untuk menolong upaya menangani penularan virus corona juga muncul di benak Ahmad Alghozi, alumni D3 Teknik Informatika Telkom University, yang menciptakan sebuah aplikasi ponsel dengan fitur "tracking", "tracing", dan "fencing".

Dinamakan Fightcovid19.id, aplikasi tersebut dapat diakses semua pengguna Android, khususnya mereka yang datang dari daerah terjangkit, Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan pasien positif COVID-19.

Setelah berhasil mengurangi penyebaran kasus di Bangka Belitung, aplikasi tersebut mendapatkan perhatian dari Pemerintah Pusat di Jakarta.

"Tujuh hari setelah implementasi, Provinsi Bangka Belitung melihat efektivitas dari aplikasi ini.

Di awal Mei, di Kabupaten Belitung mencatat empat positif, empat sembuh, dan nol meninggal," kata Alghozi kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

"Sekarang, saya sudah di Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 nasional.

Rencananya, aplikasi ini akan diimplementasikan di seluruh Indonesia."

"Aplikasi fightcovid19.id itu memang murni untuk tujuan kemanusiaan dan demi Indonesia," katanya.

Sebelum mengembangkan aplikasi, Ahmad Algozi mengaku jika ia awalnya khawatir dengan kondisi kesehatan keluarganya.

Supplied

"Saya tidak mengklaim saya nasionalis, tapi memang pada kenyataannya saya tidak ingin keluarga saya terjangkit. Jadi saya ingin melakukan pencegahan, bukan penanganan."


Tidak hanya ilmuwan yang perlu berpartisipasi


I Ketut Eddy Purnama dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya mengatakan kalangan perguruan tinggi Indonesia tidak tinggal diam di tengah pandemi virus corona dan turut berempati dengan para dokter, masyarakat, maupun pihak rumah sakit.

"Mereka berlomba-lomba berinovasi," kata Ketut yang menyaksikan perguruan tinggi aktif mengusulkan ide-ide produk inovasi.

Gotong Royong di Tengah Pandemi Gotong Royong di Tengah Pandemi


Komunitas Sarapan Gratis kini sudah menyediakan pula beberapa peralatan untuk menjaga kebersihan tubuh.

Koleksi Claudia Lengkey

Cerita inspiratif dari warga Indonesia yang memilih membantu satu sama lain saat menghadapi pandemi virus corona.

Sementara itu, menurut Dr. Syarif Hidayat dari STEI Institut Teknologi Bandung, tidak hanya ilmuwan yang harus aktif menolong di tengah pandemi COVID-19.

"Semua harus berpartisipasi. Kalau tidak, bangsa ini akan terpuruk makin lama, ekonomi memburuk. Maka collateral damage nya akan jauh lebih banyak. Itu bahaya."

Alghozi, misalnya yang bukan seorang ilmuwan tapi ia mengaku tetap menolong melalui keahliannya di bidang teknologi dengan membuat aplikasi untuk ponsel.

"Teknologi itu tidak harus mengeluarkan uang banyak. Teknologi justru harus membantu semuanya biar bisa cepat, merata, dengan "logos"," kata dia.
Dr. Syarif Hidayat


Sejumlah ilmuwan di Indonesia beserta beberapa masyarakat telah menghasilkan sejumlah penemuan berbasis teknologi untuk membantu tenaga kesehatan dalam menangani penularan Virus Corona COVID-19.

 

KP Inovasi Teknologi

 

  • Teknologi yang digunakan tidak harus mengeluarkan uang banyak, menurut salah satu inovator
  • Robot yang diciptakan diharapkan dapat memudahkan pekerjaan tenaga medis yang berisiko
  • Sebuah aplikasi untuk memantau pergerakan diharapkan dapat digunakan secara nasional
Salah satunya adalah Dr. Syarif Hidayat, dosen STEI Institut Teknologi Bandung (ITB), yang mengaku tidak mau tinggal diam setelah menyadari kepanikan akibat COVID-19 yang melanda warga sekitarnya.

Melalui bantuan dana yang ia terima dari Masjid Salman ITB, Dr. Syarif memulai kontribusinya dengan mencoba membuat sebuah ventilator, atau alat bantu pernafasan ICU primitif.

Ia kemudian menunjukkan karyanya kepada beberapa dokter untuk mengecek efektivitasnya.

Melalui proses tersebut, Dr. Syarif menyimpulkan untuk menolong para tenaga medis dan pasien di tengah pandemi COVID-19 secara efektif, ia tidak perlu menciptakan ventilator serumit yang beredar di rumah sakit.

Dr.Syarif Hidayat mengatakan kini ia dikejar target untuk bisa menghasilkan ratusan ventilator dalam dua atau tiga minggu.

Supplied

"Lebih bagus kita membuat alat sederhana yang dapat dibuat secara cepat dan massal, serta dapat digunakan dokter umum dan perawat untuk mencegah memburuknya kondisi pasien," kata Dr Syarif kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

Ventilator manufacturing 

Target 600 ventilator dalam dua minggu

Setelah disempurnakan, belasan ventilator yang bernama Vent-I akhirnya didistribusikan dan kini sudah digunakan oleh beberapa rumah sakit di Bandung.

"Secara umum mereka [pihak rumah sakit] merasa terbantu dan sangat senang dengan kemungkinan, terutama di dalam jangka panjang, bahwa ternyata kita punya kemampuan untuk menyediakan alat kesehatan dengan harga yang bersaing."

Komitmen untuk memproduksi Vent-I dari Dr. Syarif masih berlanjut dan turut didukung oleh puluhan anggota perguruan tinggi di Bandung.

Sejumlah relawan dikerahkan untuk mengejar target produksi dalam waktu kurang dari tiga minggu.

Kiriman Dr Syarif Hidayat

Dr Syarif mengatakan saat ini ada sejumlah donatur yang telah menitipkan dananya di Masjid Salman agar bisa segera diproduksi dan disebarluaskan.

"Saat ini dana yang terkumpul menyebabkan saya berhutang kira-kira 600 unit ventilator untuk segera dikirimkan," ujarnya.

Untuk mengejar target produksi dalam dua atau tiga minggu, anggota perguruan tinggi yang sebagian besar merupakan relawan ini, juga bekerja di akhir pekan.

Robot untuk mengurangi interaksi dengan pasien


Robot RAISA ciptaan Tim Robot Institut Teknologi Surabaya sedang bekerja di bagian High Care Unit Rumah Sakit Universitas Airlangga, Surabaya.

Supplied

Sementara itu, di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RS UNAIR), Surabaya, sudah beroperasi sebuah "robot servis untuk "highly infectious patient"", yang dikendalikan dengan pengontrol jarak jauh, bernama robot RAISA.

Robot yang beroperasi di bagian "High Care Unit" (HCU) merupakan hasil kerjasama antara Tim Robot Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) dengan pihak RS UNAIR.

"Sampai sekarang, robot RAISA sudah dalam tugas rutin di ruang [pasien] infectious.

Robot ini [berjalan] dari kamar ke kamar, membunyikan bel, kemudian pasien membuka pintu, dan mengambil makanan," kata I Ketut Eddy Purnama, Ph.D., dekan FTEIC ITS.

"Tujuannya untuk mengurangi interaksi antara pasien dan petugas medis, mengurangi resiko penularan dan menghemat APD [Alat Pelindung Diri] secara tidak langsung."

 Untuk memenuhi kebutuhan pihak rumah sakit di tengah pandemi COVID-19, mereka juga telah menciptakan robot lain khusus bagi pasien di ruang Intensive Care Unit (ICU), bernama robot RAISA BCL.

ROBOT RAISA 2 
 

Salah satu tujuan dari robot Raisa adalah agar mengurangi interkasi antara dokter dan perawat dan pasien yang tertular virus corona.

Komunikasi Publik ITS

"Kalau di ruang HCU, pasien masih bisa berdiri, olahraga, dan aktivitas sehari-hari.

~~Kalau di ICU sama sekali tidak boleh bergerak karena terpasang ventilator, vital sign monitor, kateter, dan infus," kata Ketut kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

"Jadi kami kembangkan versi ICU, yang dilengkapi kamera "surveillance" [untuk memonitor] sebagai pengganti mata dokter dalam mengawasi pasien."

Menurutnya, robot RISA BCL bisa menoleh ke empat sisi dan melakukan "zoom" dari 10 cm hingga 5 km, sehingga dapat meringankan pekerjaan para dokter yang bertugas mengawasi pasien dan harus mengenakan APD sebelum masuk ke ruang ICU.

Robot disinfeksi dengan sinar ultraviolet


ROBOT AUMR Full
  

Robot ini bisa melakukan tugas disinfeksi di sebuah ruangan tanpa menggunakan cairan pembersih.
Koleksi Telkom University dan LIPI Bandung
 
Selain robot RAISA, terdapat juga robot karya warga Indonesia lainnya dengan fungsi yang berbeda, yaitu untuk mendisinfeksi ruangan isolasi menggunakan sinar UVC atau Ultra Violet type-C.

Robot tersebut bernama "Autonomous UVC Mobile Robot" (AUMR) yang diciptakan oleh Telkom University dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Bandung.

Ravindra Ditama, atau Tama, manajer teknik dari tim robot mengatakan penggunaan sinar ultraviolet dalam proses disinfeksi lebih efektif dibandingkan menggunakan cairan.


Pertanyaan Seputar Virus Corona Kami menjawab pertanyaan seputar virus corona :

 

  • Apakah Australia siap dengan gelombang kedua virus corona ?
  • Apa penjelasan di balik angka kematian di Indonesia?
  • Siapa pasien pertama COVID-19 yang mengubah kehidupan dunia?
"Cara kerja [AUMR] adalah dengan memancarkan sinar UVC, sehingga DNA virus akan mati dengan tidak mereplikasi dirinya," kata Tama kepada Natasya Salim dari ABC Indonesia.

"Awalnya kami juga berpikir untuk menggunakan desinfektan cairan, tapi cairan tersebut untuk tidak tahan lama dan dapat meninggalkan bekas, seperti ketika disiram ke benda, benda itu akan berjamur."

Sejak dua bulan lalu, tim yang beranggotakan 11 orang sudah menciptakan enam buah robot AUMR. Robot ini sudah diuji di tiga rumah sakit dan diharapkan dapat segera beroperasi.
Learn more »