Feature news

Tampilkan postingan dengan label jualo. Tampilkan semua postingan

Teknopreneur Belanda Ini Jadi Mualaf & Urus Anak Jalanan di Lombok


http://images.detik.com/content/2014/09/24/398/chaim2.jpgChaim Fetter (dok.pribadi)
Di usianya yang masih muda, segala materi bisa dibilang sudah didapatkan oleh Chaim Fetter. Namun ternyata, kemapanan bukanlah segalanya, ada hal lain yang masih kurang dari hidup teknopreneur asal Belanda ini.

Sampai akhirnya sebuah perjalanan spiritual ke Lombok, Indonesia, sekitar 10 tahun lalu membuat hidup Chaim berubah drastis dan jadi lebih berarti.

Chaim merupakan salah satu pionir internet di Belanda. Ketika berumur 13 tahun -- sekitar 20 tahun lalu -- ia sudah jadi seorang programming dengan modal otodidak.

Di usia 16 tahun, Chaim muda sudah mampu membuat situs e-commerce sendiri. Tak ayal, dengan merintis karir sebagai teknoprenuer lebih awal, pada usia 23 tahun sudah semua materi dimiliki Chaim.

"Apartemen, mobil saya sudah punya semuanya. Hanya saja ada sesuatu yang kurang dalam hidup saya, merasa kurang berarti banyak. Dan saya ingin melakukan hal lain untuk banyak orang," tuturnya.

Lantas, Chaim pun berpetualang dari satu negara ke negara lainnya untuk mencari hal yang kurang dari dirinya tersebut. Hingga tahun 2004, Chaim menjejak Lombok, Indonesia. Awalnya, ia hanya ingin liburan. Namun takdir berkata lain, ia malah jatuh hati dan ingin tinggal lebih lama di wilayah yang punya deretan pantai menggoda tersebut.

Jadi Mualaf

"Banyak orang Indonesia ketika melihat bule itu pasti langsung dianggap (sebagai pemeluk agama) Kristen. Padahal pas saya datang ke Indonesia itu belum beragama," ujar Chaim. 

Lalu ketika datang ke Lombok, Chaim berkenalan dengan tokoh setempat. Kebetulan, di wilayah tempatnya tinggal, agama Islam begitu kental. Ia pun tertarik untuk mengenal lebih jauh.

"Tak perlu lama-lama, kemudian saya belajar dengan tokoh agama di sana dan akhirnya mengucap dua kalimat syahadat," lanjutnya.

"Saya banyak ikut acara di masjid, solat Jumat, puasa, lebaran. Masih belajar tapi coba mengikuti ajaran islam," tuturnya dengan bahasa Indonesia yang sudah fasih.

Urus Anak Jalanan

Perjalanan spiritual si ahli internet asal Belanda ini juga tak cuma untuk urusan keyakinan yang dianutnya. Ketika datang ke Lombok 10 tahun lalu, ia melihat banyak anak jalanan yang meminta-minta. 

"Melihatnya kasihan, tapi saya tak mau kasih uang ke mereka, karena tak mendidik. Anak-anaknya meminta-minta tapi ibunya duduk di dekat situ. Ada juga yang anak jalanan tak terurus karena orangtuanya cerai atau bahkan ada yang nikah di bawah umur, masih SMP sudah punya anak," Chaim menuturkan.

"Jadi saya tanya ke anak-anak itu, 'kamu mau apa?' Saat itu saya belum bisa bahasa Indonesia. Lalu mereka bilang, 'mau sekolah pak'. Lalu saya ajak mereka ke sekolah di dekat daerah situ. Lalu kata sekolahnya bisa saja mereka sekolah asal ada yang menanggung. Jadi untuk setahun saya bayar sekolahnya, beli buku, dan itu ada beberapa anak yang tidak punya tempat tinggal".

"Saat itu saya sempat pulang ke Belanda tetapi beberapa kali saya tanya ke gurunya apa mereka (anak-anak jalanan yang ditanggungnya) masih sekolah atau kembali turun ke jalan? Dan ternyata sukses," papar Chaim.

Dengan membulatkan tekat, Chaim memutuskan untuk menjual perusahaan e-commerce yang telah dirintisnya di Belanda untuk kemudian tinggal di Indonesia.

Ia awalnya ingin membuat diving resort di Gili Trawangan. Namun ia tetap menjalankan cita-cita awalnya untuk membangun yayasan bagi anak-anak jalanan. 

Niat mulia ini dimulai dengan menyewa rumah. Ternyata aktivitas amal Chaim sampai diliput oleh stasiun TV Belanda, dan berimbas dengan mengalirnya sekitar 7.000 donasi yang diterimanya. 

Modal ini pun dikonversikan Chaim menjadi tanah seluas 1,5 hektar. Di sini didirikan Yayasan Peduli Anak yang memiliki dua sekolah -- sekolah dasar dan sekolah keterampilan -- tiga asrama (panti), satu mushola, satu klinik, satu kantor, termasuk kolam renang pada tahun 2006-2008. 

"Sekarang ada 100 anak di dalam panti, di luar panti ada 300 anak yang masuk dalam family care program, kerjasama dengan kementerian sosial dimana kita dapat subsidi dari Kementerian Sosial. Anak yang dulunya sehari-hari di jalanan, sekarang harus sekolah dan kembali ke keluarga, jadi kita punya tanggung jawab terhadap 400 anak," ia memaparkan.

Kangen Dunia Internet

Setelah 8 tahun bergelut dengan yayasan yang dirintisnya di Lombok, Chaim kangen dunia internet. Ia pun pindah ke Jakarta sembari memboyong istrinya yang asli Surabaya plus dua anak angkat pada tahun 2012.

"Waktu pertama datang ke Jakarta, saya bingung mau buat apa. Lalu ada teman yang menunjukkan situs Tokobagus yang juga dirintis oleh orang belanda. Setelah saya coba selama dua minggu, saya bilang, saya bisa bikin situs yang lebih bagus," tegasnya.

Lantas, janji Chaim itu pun direalisasikan dengan kelahiran situs e-commerce yang diberi nama jualo.com pada Januari 2014. 

Seperti apa situs jualo ini? Tunggu kisah berikutnya.
Learn more »

Pendiri Jualo: Jualan Oke, Urus Anak Jalanan Jalan Terus


http://images.detik.com/content/2014/09/24/398/chaimdalam.jpgChaim Fetter (dok.pribadi)
Jualo dan Tokobagus (kini bernama OLX) sejatinya punya persamaan mendasar. Keduanya dibikin oleh orang Belanda. Namun Jualo ingin tampil beda ketimbang pendahulunya tersebut.

Chaim Fetter, pendiri Jualo.com mengungkapkan bahwa situs yang dibesutnya ini merupakan buah karyanya selepas sedikit meninggalkan aktivitas Yayasan Peduli Anak yang didirikannya. Ini merupakan LSM yang membantu anak-anak kurang beruntung dan keluarganya di Lombok.

Sebagai pendatang baru di bisnis e-commerce Indonesia, Jualo tentu harus punya sesuatu yang baru sehingga layak dilirik netter. Hal pertama yang dianggap jadi pembeda dengan situs tetangga, menurut Chaim, Jualo hadir dengan mengumpulkan segala keinginan pembeli, bukan penjual.

"Kalau kompetitor itu fokus semua ke penjual. Semua TV commercial, 'kalau ada barang yang tak terpakai jual saja...' dan lainnya," ujar Chaim.

Jualo juga memiliki fitur geo searcher di versi aplikasinya. Fitur ini berfungsi memudahkan pembeli untuk mencari penjual yang lokasinya berada di dekatnya.

Misalnya ada yang sedang mencari iPhone dan tempat tinggalnya di Setiabudi. Si pembeli lantas tinggal melihat daftar penjual iPhone di Jualo yang lokasinya dekat dengan Setiabudi. Dan voila... keduanya langsung ketemu untuk cek barang dan bertransaksi.

"Geo searcher di situs lain masih belum punya. Kita sudah punya aplikasi di Android yang bisa melihatcurrent position, jadi CoD (cash on delivery) bisa lebih dekat, di wilayah yang sama," imbuh Chaim yang fasih berbahasa Indonesia ini.

Kedua, Jualo memiliki tahapan verifikasi bagi penjual. Jika ingin mendapat verifikasi, penjual harus registrasi dengan melampirkan KTP dan NPWP. Hal ini untuk meminimalisir penipuan.

Mencari Investor & Tetap Beramal

Kini, Jualo masih diperkuat oleh lima orang. Ada rencana untuk menambah dua kali lipat, tetapi itu masih menunggu investor yang rela mengucurkan uangnya.

Chaim mengaku pada awalnya telah menyiapkan USD 150 ribu untuk modal awal Jualo. Dana itu sekarang masih tersisa setengah dan sanggup dipakai untuk operasional selama 6 bulan ke depan.

"Sekarang kita sedang berbicara dengan beberapa investor karena ke depannya kita butuh sekitar USD 1,5 juta atau sekitar Rp 15 miliar untuk operasional selama dua tahun, dan mau tambah lima orang karyawan lagi. Dana ini termasuk untuk urusan marketing," lanjutnya.

Chaim mengklaim, di hari pertama, Jualo sejatinya sudah bisa meraup pemasukan, yakni dari AdSense dan premium adds. Tak banyak memang, tapi cukup untuk menambal biaya operasional dan menyumbang 5% profit untuk Yayasan Peduli Anak yang digagasnya. 

Terkait donasi ini pula yang coba membedakan Jualo dengan situs lainnya. Meski bisnis tetap jadi prioritas, aktivitas beramal tak bisa disingkirkannya. Untuk itu, Chaim berkomitmen bakal menyumbangkan 5% profit Jualo untuk yayasan yang mengurus anak-anak terlantar di Lombok tersebut.

"Karena biaya operasional yayasan itu tinggi. Perlu makan tiga kali sehari, gaji karyawan, sekolah gratis, biaya per bulan sekitar Rp 100 juta untuk 400 anak dan 60 karyawan," ungkapnya.

Tak Takut Bangkrut

Meski masih jadi anak bawang di bisnis situs jual beli, Jualo tak ciut. Diklaim ada 2.000 user baru yang menjejali situs ini setiap harinya. Agustus kemarin bahkan ada 5.000 iklan yang terjual, dengan total value Rp 55 miliar.

Chaim pun pede jika situs besutannya bakal tetap eksis dan melesat lebih tinggi melewati para pesaingnya. 

"Sebagai perbandingan, di Belanda populasi penduduknya 16 juta jiwa. Di sana ada situs Markplus seperti tokobagus dan digunakan 70% oleh pengguna internet di sana," papar Chaim. 

"Kalau kompetitor website di Indonesia itu baru dipakai oleh 1%-2% dari pengguna internet keseluruhan. Jadi masih sangat besar yang belum terjamah, dan belum berani pakai sistem itu," umbarnya.

Distribusi, online payment system, serta faktor kepercayaan jadi beberapa tantangan yang kadang membuat netizen lokal enggan untuk bertransaksi online.

"Kita nggak takut bangkrut, karena kita yakin dan fokus untuk revenue. Kita memang tak punya funding besar, tapi sampai saat ini kita tetap survive. Tapi memang kalau mau melesat lebih cepat butuh investor juga. Sementara yang lain survive karena investor, investor, dan investor. Berbeda dengan kita".

Adapun sumber pemasukan Jualo saat ini berasal dari premium adds, addsense, iklan, komisi lewat kredit kerjasama dengan bank, serta komisi dari rekening bersama. 

"Kita harus pikirkan smartways of marketing. Jangan ikut-ikutan kompetitor karena kompetitor juga belum buat profit. Padahal kompetitor punya pengguna satu juta," tutup Chaim.
Learn more »