Feature news

Tampilkan postingan dengan label atlet indonesia. Tampilkan semua postingan

Mengenang Asian Games 1958, Prestasi Terbaik Timnas Indonesia di Panggung Sepak Bola

Timnas Indonesia mencatat prestasi terbaik ketika merebut medali perunggu Asian Games 1958 di Tokyo. Di luar itu, Merah Putih gagal bicara banyak, bahkan di panggung Asia Tenggara.
Pada Asian Games 1958, Timnas Indonesia bergabung di Grup B bersama India dan Burma (Myanmar).

Indonesia sukses revans atas kekalahan empat tahun lalu ketika melawan Burma pada laga perdana dengan skor 4-2. Tim Garuda lalu menerkam India dengan skor 2-1 untuk memastikan sebagai pemuncak Grup B.

Berlabel juara grup, Indonesia terhindar dari masalah dini, menghadapi favorit juara, Hongkong di perempat final.
Babak perempat final memang tak begitu sulit bagi Liong Houw dkk.

Mereka dengan mudah menyikat Filipina dan lolos ke semifinal.

Taiwan, sudah menunggu di babak ini sekaligus sebagai tim yang memupus harapan Indonesia melaju ke final.

Indonesia tunduk dengan skor 0-1 meski sepanjang pertandingan mampu menguasai.

"Kekalahan atas Taiwan akibat kurang cepat dalam dari bertahan ke menyerang. Indonesia mendapat empat peluang namun gagal.

Sedangkan lawan begitu satu peluang langsung berbuah gol," kata Maulwi kepada Harian Umum.
Pada era 1950-an, Taiwan memang kerap menjadi sandungan Timnas Indonesia.

Pada semifinal Asian Games 1954 di Manila, Indonesia jga tumbang di semifinal dengan skor 2-4.

Kembali ke Asian Games 1958, India yang pernah dikalahkan Indonesia pada fase grup, menanti pada laga perebutan medali perunggu.

Masih dengan penuh semangat, Timnas Indonesia memukul telak India dengan skor 4-1 dan meraih perunggu, satu-satunya medali dari ajang tersebut hingga saat ini.

Antun Pogacnik dan Diplomasi Indonesia - Yugoslavia

 

Perjalanan tim Garuda meraih perunggu pada pesta olahraga Asia itu diawali dengan hubungan diplomatik Indonesia dengan Yugoslavia pada era kepemimpinan Presiden Soekarno.

Lewat relasi itu, Indonesia mendatangkan pelatih Yugoslavia, Antun ‘Toni’ Pogacnik pada 1954.

Pada era itu, Indonesia dan Yugoslavia sangat mesra dan menggalang kekuatan di dunia ketiga. Presiden Soekarno dan pemimpin Yugoslavia, Josip Broz Tito, sangat mendukung kedatangan Toni.

Mereka yakin olahraga bisa menjadi wadah bagi kedua negara untuk bertukar pikiran dan bersahabat.

Jika Soekarno punya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Tito dengan Socialist Federal Republic of Yugoslavia (SFRY).

Mereka juga pemimpin yang menjadi pelopor Gerakan Non Blok. Soekarno dan Tito pun punya pandangan dan basis masa yang sama, serta prinsip loyalitas dan kerja keras.

Prinsip itulah yang tercermin dalam filosofi sepak bola Toni Pogacnik. Begitu mendarat di Jakarta, Toni langsung memberikan perubahan. Ia berhasil membawa Indonesia tampil di Olimpiade Melbourne 1956.

Zaman dulu, Toni juga melakukan penelusuran pemain sampai ke pelosok-pelosok daerah.

Pada akhirnya hanya menyisakan 18 pemain yang berangkat ke Olimpiade. Selain itu, Timnas Indonesia intensif melakukan rangkaian uji coba, terutama melawat tim-tim Eropa Timur.

Sebelum Asian Games Tokyo, ujian pertama Toni ialah Asian Games Manila 1954.

Dengan skuat muda, Toni membawa Indonesia ke semifinal. Sayangnya, Timnas Indonesia harus mengakui keunggulan Burma (Myanmar) dengan skor 4-5 pada perebutan medali perunggu.

Hancur Lebur karena Kasus Suap

 

Match fixing atau pengaturan skor atau suap atau apa pun itu istilahnya ternyata sudah menjadi momok buat sepak Indonesia sejak lama. Ini terjadi pada Asian Games 1962 yang ironisnya digelar di Jakarta.

Sukses di Asian Games Manila 1954, Olimpiade Melbourne 1956, dan Asian Games Tokyo 1958, membuat Toni Pogacnik dibebani target juara.

Hal yang cukup realistis mengingat gairah sepak bola Indonesia tengah menanjak dan momentum itu ada tatkala Jakarta ditunjuk sebagai tuan rumah.

Sayang, Toni Pogacnik meninggalkan Indonesia dengan cerita tidak enak. Timnas Indonesia dihantam skandal suap di Asian Games 1962.

Skandal Senayan 1962 mencoreng wajah sepak bola Indonesia.

Kasus match fixing yang melibatkan sejumlah pemain pilar Timnas Indonesia mulai terkuak pada awal Januari 1962 dan memuncak pada 19 Febuari 1962 ketika Indonesia berujicoba dengan tim Vietnam Selatan.

Ini bermula saat penggawa Timnas Indonesia, Maulwi Saelan merasa ada gelagat aneh dari rekan setimnya pada 1961 atau ketika Indonesia menjalani beberapa laga persahabatan.

Usut punya usut, termasuk dengan melibatkan penyelidikan kepolisian, bukan sekali dua kali saja para pemain timnas bermain mata dengan para bandar judi.

Hasil penyelidikan menyebutkan, pertandingan-pertandingan yang ditemukan telah diatur itu di antaranya adalah pertandingan timnas Indonesia melawan Malmoe (Swedia), Thailand, Yugoslavia Selection dan Ceko Combined.

Setidaknya ada 10 pemain andalan timnas saat itu yang dikenai skorsing.

Mereka adalah Iljas Hadade, Pietje Timisela, Omo Suratmo, Rukma Sudjana (kapten), Sunarto, Wowo Sunaryo (Persib), John Simon, Manan, Rasjid Dahlan (PSM Makassar), dan Andjiek Ali Nurdin (Persebaya).

Wowo Sunaryo, satu di antara pemain Timnas Indonesia yang menerima suap, mengaku tak punya pilihan selain menerima suap.

Ia merasa terperangkap oleh jerat setan sehingga ia tak cuma mengkhianati Pogacnik saja, tapi seluruh rakyat Indonesia.

"Seperti digoda setan, saya terperangkap. Saya terpaksa menerimanya karena kondisi keluarga," kata Wowo Sunaryo seperti dilaporkan majalah Tempo edisi 14 Juli 1979.
Learn more »

Kisah Susy Susanti Peraih Medali Emas Olimpiade 1992

Legenda bulutangkis putri Indonesia, Susy Susanti, tercatat sebagai atlet Indonesia pertama yang meraih medali emas di level Olimpiade. 

Susy Susanti dan Alan Budikusuma, yang kemudian menjadi suaminya, mampu mempersembahkan dua medali emas pertama Indonesia di level Olimpiade pada tahun 1992 di Barcelona. 
 
Dalam sejarah bulutangkis di level Olimpiade, cabang olahraga tersebut memang untuk pertama kalinya digelar sebagai perebutan medali pada 1992, setelah pada 1972 menjadi cabang demonstrasi dan 1988 menjadi cabang ekshibisi.

Susy Susanti sukses mempersembahkan medali emas pertama Indonesia setelah 40 tahun sejak pertama kalinya mengikuti Olimpiade 1952. 

Dalam hitungan satu jam, Alan Budikusuma menyusulnya mempersembahkan medali emas kedua Indonesia setelah mengalahkan kompatriotnya, Ardy B. Wiranata.

Kali ini, akan khusus membahas mengenai Susy Susanti dan keberhasilannya meraih emas pertama Indonesia di Olimpiade 1992, di mana keberhasilan tersebut mengharumkan nama bangsa dan membuatnya menjadi legenda bulutangkis Indonesia.

Susy Susanti mengawali kiprah di Olimpiade 1992 di babak kedua setelah mendapat bye. Ia menghadapi tunggal putri Jepang, Harumi Kohara, yang juga mendapatkan bye di babak pertama.

Susy terbilang tidak mengalami kendala di awal turnamen. Tunggal putri Indonesia itu menang mudah 11-2 dan 11-2 atas pebulutangkis Jepang tersebut, di mana itu berlanjut di babak ketiga, di mana Susy Susanti menang 11-4 dan 11-2 atas pebulutangkis Hong Kong, Wong Chun Fan.

Perjalanan Susy memang terbilang mudah hingga ke final. Pada perempat final, Susy kembali menang mudah 11-6 dan 11-1 atas pebulutangkis Thailand, Somharuthai Jaroensiri, yang berlanjut dengan kemenangan atas pebulutangkis China, Huang Hua, dengan skor 11-4 dan 11-1 di semifinal.

Susy Susanti pun membuka peluang yang sangat besar untuk menyabet medali emas pertama Indonesia. 

Namun, di laga puncak tunggal putri bulutangkis Olimpiade 1992 itu, Susy Susanti tidak bisa dengan mudah memenangi laga.


Hadapi Rival Berat di Final

 

Pebulutangkis Korea Selatan, Bang Soo-hyun, adalah lawan yang harus dihadapi Susy Susanti di laga final bulutangkis Olimpiade 1992. 

Dalam sejarah kariernya, Bang Soo-hyun memang akhirnya dikenal sebagai rival utama Susy Susanti di tunggal putri.

Bang Soo-hyun adalah pebulutangkis yang berhasil membawa tim Korea Selatan menyabet Piala Sudirman 1991 di Copenhagen, di mana mereka berhasil mengalahkan Susy Susanti dkk. di laga final.

Pertemuan keduanya di final Olimpiade 1992 tentu menjadi pertunjukan yang menarik. Namun, berbeda dengan Susy yang terbilang cukup mudah mencapai final, Bang Soo-hyun cukup mendapatkan tantangan.

Mendapatkan bye di babak pertama, Bang Soo-hyun mengalahkan pebulutangkis Swedia, Catrine Bengtsson, dengan skor 11-7 dan 11-3 di babak kedua.

Kemudian pebulutangkis Jepang, Hisako Mizui, menjadi korban kedua Bang Soo-hyun di babak ketiga, di mana Bang menang 12-10 dan 11-1.

Dalam laga perempat final, Bang Soo-hyun mendapatkan adangan dari pebulutangkis Indonesia, Sarwendah Kusumawardhani.

Bahkan Sarwendah membuatnya kesulitan dalam pertandingan ini dengan merebut gim kedua dan memaksa rubber gim berjalan sengit hingga akhir pertandingan.

Namun, Bang Soo-hyun tetap mampu menang 11-2, 3-11, dan 12-11.

Beruntung bisa mengalahkan Sarwendah di perempat final, Bang Soo-hyun kemudian lolos ke final dengan mudah setelah menang 11-3 dan 11-2 atas pebulutangkis China, Tang Jiuhong. Laga kontra Susy Susanti pun menjadi final yang ideal.

Bang Soo-hyun mampu membuat Susy kesulitan di gim pertama. Susy hanya diberikan lima poin di gim pertama itu.

Namun, Susy mampu membalasnya di gim kedua. Giliran Bang Soo-hyun yang diberikan hanya lima poin di gim tersebut.

Akhirnya, Susy Susanti mampu memastikan medali emas bulutangkis Olimpiade 1992 itu menjadi miliknya setelah memenangi gim ketiga dengan skor telak 11-3.

Pembalasan Bang Soo-hyun di Olimpiade 1996

 

Singkat cerita, rivalitas antara Susy Susanti dan Bang Soo-hyun kembali menarik di Olimpiade berikutnya, yaitu di Atalanta, Amerika Serikat, pada 1996. Namun, kali ini, kedua tunggal putri itu bertemu di semifinal.

Bang Soo-hyun bertemu Susy Susanti di semifinal setelah berjalan cukup mudah dari babak kedua. Obigeli Olorunsola dari Nigeria menjadi korban pertama Bang Soo-hyun.

Pebulutangkis Korea Selatan itu menang mudah 11-0 dan 11-0.

Kemudian Bang Soo-hyun menang 11-2 dan 11-3 atas Yasuko Mizui dari Jepang di babak ketiga.

Pada pertandingan perempat final, Bang Soo-hyun kembali menang mudah 11-3 dan 11-2 atas pebulutangkis China, Yao Yan.

Sementara itu, Susy Susanti melangkah hingga semifinal setelah menang 11-1 dan 11-3 atas Doris Piche dari Kanada di babak kedua, kemudian menang 11-4 dan 11-0 atas tunggal putri Polandia, Katarzyna Krasowska di babak ketiga, dan mendapatkan perlawanan ketat dari tunggal putri China, Han Jingna, di perempat final.

Susy menang 3-11, 11-4, dan 11-8 dalam laga yang cukup melelahkan itu.

Pembalasan Bang Soo-hyun kepada Susy Susanti pun berjalan lancar.

Pebulutangkis Korea Selatan itu menang dua gim langsung meski pertandingan berjalan ketat.

Bang Soo-hyun menang 11-9 dan 11-8 atas Susy Susanti dan melaju ke final untuk menghadapi tunggal putri Indonesia lainnya, Mia Audina.

Dalam pertandingan final tersebut, Bang Soo-hyun memastikan medali emas Olimpiade 1996 menjadi miliknya setelah menang 11-6 dan 11-7 atas Mia Audina.

Sementara Susy Susanti meraih medali perunggu setelah mengalahkan kompatriot Bang Soo-hyun, yaitu Kim Ji-hyun dalam laga perebutan medali perunggu.
Learn more »