Feature news

Tampilkan postingan dengan label sepak bola indonesia. Tampilkan semua postingan

Elkan Baggott Tidak Bisa Bermain di MU Karena Bela Timnas Indonesia U-19, Benarkah Demikian?

 

Sebuah gosip transfer dahsyat beredar beberapa hari terakhir. Salah satu penggawa Timnas Indonesia U-19, Elkan Baggott digosipkan masuk dalam radar transfer Manchester United.

Ya, kabar itu pertama kali dihembuskan akun @risingballers di Instagram. 

Akun itu mengabarkan bahwa Baggott saat ini mengundang perhatian sejumlah klub besar Inggris, termasuk Manchester United.

Baggott merupakan pemain keturunan Indonesia yang beberapa bulan lalu dipanggil Shin Tae-yong untuk mengikuti TC Timnas Indonesia U-19. 

Ia tercatat sudah mengoleksi dua penampilan bersama skuat Garuda Muda.

Pertanyaan besar yang beredar mengenai gosip transfer ini adalah, apakah Baggott bisa memperkuat Manchester United?


Aturan Ketat FA

 

Mengapa Baggott dipertanyakan bisa membela Manchester United, karena FA punya persyaratan yang ketat untuk pemain non Eropa untuk bermain di Premier League.

Berdasarkan aturan 'Work Permit' yang dikeluarkan FA, pemain-pemain non Eropa yang bisa bermain di Premier League adalah mereka yang berasal dari negara yang memiliki rangking FIFA paling kecil peringkat 70 dalam dua tahun terakhir.

Meski berasal dari negara yang berada di 70 besar peringkat FIFA, bukan berarti mereka bisa langsung mendapatkan ijin kerja. 

Karena FA menuntut pemain tersebut memiliki jumlah caps tertentu di Timnas masing-masing selama 24 bulan terakhir, di mana untuk mereka yang berada di peringkat 31-50 harus bermain di 75% pertandingan yang dimainkan Timnasnya.


Tidak Memenuhi Syarat

 

Jika dilihat dari persyaratan itu, maka Baggott tidak bisa bermain di Premier League. Mengapa demikian?

Karena Indonesia di rangking FIFA tidak pernah masuk dalam 70 besar dalam dua tahun terakhir. Boro-boro 70 besar, menembus 100 besar saja tidak pernah dalam dua tahun terakhir.

Selain itu jumlah caps Baggott di Timnas U-19 baru dua, sementara Timnas U-19 sudah bermain lebih dari 10 kali dalam dua tahun terakhir. 

Jadi secara persyaratan ini, Baggott seharusnya tidak bisa bermain di klub EPL seperti Manchester United.


Aturan Homegrown

 

Namun kabar baiknya adalah Baggott ternyata bisa bermain di Premier League meski rangking Indonesia di peringkat FIFA tidak menembus 70 besar. Itu karena aturan homegrown.

Jadi di Inggris, setiap klub diwajibkan memiliki pemain homegrown. 

Pemain yang masuk dalam kriteria ini adalah mereka yang sudah berada di klub atau akademi klub selama tiga tahun sebelum berusia 21 tahun.

Baggott sendiri sudah membela Ipsiwich Town sejak tahun 2014 silam. 

Ia sudah total 3,5 tahun membela tim berjuluk The Tractor Boys, sehingga ia sudah masuk dalam kategori home grown, mengingat ia saat ini masih berusia 18 tahun. 

Jadi ia memenuhi syarat untuk bermain di klub-klub Premier League seperti Manchester United.


Contoh Kasus

 

Salah satu contoh pemain yang memiliki kondisi yang mirip seperti Baggott adalah kiper Timnas Filipina, Neil Etheridge.

Etheridge sebenarnya merupakan pemain kelahiran Inggris dan ia juga sempat membela Timnas Inggris U-16. 

Namun pada tahun 2008 ia menerima ajakan untuk berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Filipina, dari garis keturunan ibunya.

Sebelum bergabung dengan Cardiff City, Etheridge memang tidak pernah bermain di EPL. Ia hanya bermain di Championship dan Division One.

Ketika Cardiff City promosi ke EPL pada tahun 2017, Etheridge seharusnya tidak bisa didaftarkan jadi pemain karena ia membela Timnas Filipina yang notabene berada di luar peringkat 70 besar FIFA.

Namun karena Etheridge sempat menimba ilmu selama tiga tahun di akademi Chelsea, maka ia memperoleh status pemain home grown. Sehingga ia bisa didaftarkan jadi kiper Cardiff saat itu.

Learn more »

Mantan Pelatih Timnas Indonesia, Henk Wullems Berpulang di Usia 84 Tahun

Sepak bola Indonesia mendapat kabar duka setelah mantan pelatih Timnas Indonesia, Henk Wullems meninggal dunia dalam usia 84 tahun pada Sabtu (15/8/2020) kemarin.

Namun, kabar meninggalnya Henk Wullems baru diketahui pada Selasa (18/8/2020). 

Adalah media Belanda, De Telegraaf, yang memberitakan kabar duka tersebut.

"Mantan pemain sepak bola dan pelatih, Henk Wullems, meninggal dunia pada Sabtu (15/8/2020) dalam usia 84 tahun," bunyi keterangan yang dikutip dari De Telegraaf.

Henk Wullems diketahui meninggal dunia karena penyakit stroke yang dialaminya. Wullems rencananya akan dikremasi di Tilburg, Belanda, Sabtu (22/8/2020).

Nama Henk Wullems tentu sangat familiar di Indonesia. Pelatih asal Belanda pernah berkarier di Indonesia dengan melatih klub sampai Timnas Indonesia.

Henk Wullems pernah menukangi Bandung Raya, Arema, Persegi Gianyar, Timnas Indonesia. 

Prestasi terbaik yang diraih Henk Wullems di Indonesia adalah membantu Bandung Raya meraih gelar juara Liga Indonesia 1995-1996.

Selama berkarier di Indonesia, Henk Wullems dikenal sebagai pelatih cerdik soal taktik dan strategi. Selain itu, Henk Wullems juga dikenal andal dalam memotivasi para pemainnya.

 

Perak SEA Games 1997

 

Henk Wullems menukangi Timnas Indonesia selama dua tahun rentang 1996-1998. Prestasi terbaiknya adalah membantu Tim Merah Putih meraih medali perak SEA Games 1997.

Ketika itu, pada laga final yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno, Timnas Indonesia takluk 2-4 dari Thailand melalui drama adu penalti. 

Raihan tersebut tentu saja sangat menyesakkan karena Timnas Indonesia ketika itu dikenal sebagai tim yang tajam dengan torehan 15 gol dalam lima laga.

Setelah menukangi Timnas Indonesia, Henk Wullems sempat menjajal peran lain, yakni sebagai Direktur Teknik PSM Makassar. 

Henk Wullems yang diduetkan dengan pelatih lokal, Syamsuddin Umar, sukses membawa PSM menjuarai Liga Indonesia VI 1999/2000.

Disadur dari: Bola.com (Zulfirdaus Harahap, Benediktus Gerendo Pradigdo)

Learn more »

Skuad Emas Timnas Indonesia 1991, Apa Kabar Mereka Sekarang?

Tahun 1991 merupakan tahun yang sangat spesial bagi sepak bola Indonesia.

Pada tahun tersebut, Timnas Indonesia terakhir kali meraih gelar juara di ajang yang mereka ikuti, yakni SEA Games 1991.

Pada 2008, Timnas Indonesia memang bisa meraih gelar juara Piala Kemerdekaan. Namun, kemenangan pada ajang ini tak didapat melalui pertarungan di lapangan hijau.

Libya, yang menjadi lawan Timnas Indonesia, pada laga final, memilih mengundurkan diri dan menolak melanjutkan laga.

Libya mengaku telah terjadi pemukulan yang dilakukan oknum ofisial Timnas Indonesia kepada pelatih mereka, Gamal Adeen Abu Nowara.

Sukses Timnas Indonesia pada 1991 silam tak lepas dari kehadiran sosok-sosok yang menjadi legenda sepak bola Indonesia.

Di bawah mistar gawang, tentu semua masih ingat keberadaan Eddy Harto, yang disebut kiper terbaik Indonesia sepanjang masa.

Selain itu, masih ada nama-nama lain seperti Robby Darwis, Ferryl Raymond Hattu, Aji Santoso, Widodo C Putro, sampai sosok striker nyentrik Rochy Puttiray.

Berikut Bola.net berusaha menelusuri di mana sosok-sosok pahlawan tersebut saat ini, di saat talenta-talenta seperti Egy Maulana Vikry, Witan Sulaiman mulai bermekaran.

Simak artikel selengkapnya di bawah ini.


Bawa 18 Pemain

 

Dalam ajang yang dihelat di Manila tersebut, Pelatih Timnas Indonesia saat itu, Anatoly Polosin, membawa serta 18 pemain.

Tak hanya pemain-pemain senior seperti Ferryl Raymond Hattu dan Bambang Nurdiansyah, pelatih asal Uni Soviet ini juga membawa pemain-pemain muda macam Aji Santoso, Widodo C Putro, dan Rochy Putiray.

Berikut daftar 18 pemain yang memperkuat Timnas Indonesia pada ajang tersebut.

Edy Harto, Erick Ibrahim, Ferryl Raymond Hattu, Robby Darwis, Herrie Setyawan, Heriansyah, Sudirman, Toyo Haryono, Aji Santoso, Salahudin, Maman Suryaman, Widodo C Putro, Hanafing, Kashartadi, Peri Sandria, Rochy Putiray, Yusuf Ekodono, dan Bambang Nurdiansyah.

Menjadi Pelatih


Meneruskan karir di lapangan hijau merupakan pilihan sebagian besar skuad 91. Tercatat 13 orang dari skuad emas tersebut memilih beralih peran menjadi pelatih.

Duo kiper Timnas Indonesia 91, Eddy Harto dan Erick Ibrahim saat ini sama-sama melatih di tim Liga 1. Eddy menjadi pelatih kiper Persiraja Banda Aceh.

Sebelumnya, ia juga sempat menjadi pelatih kiper Timnas Indonesia. Sementara, Erick menjadi pelatih kiper Persela Lamongan.

Selain dua kiper ini, menjadi pelatih juga menjadi pilihan Aji Santoso dan Widodo C Putro.

Dua legenda sepak bola Indonesia ini kini sudah mengantongi lisensi AFC Pro dan menakhodai klub-klub Liga 1.

Aji menangani Persebaya Surabaya, sedangkan Widodo mengarsiteki Persita Tangerang. Dua pelatih ini juga pernah menjadi asisten pelatih Timnas Indonesia U-23 untuk SEA Games 2011 silam.

Tak hanya menjadi pelatih kepala, ada juga alumnus Timnas Indonesia 91 yang menjadi asisten pelatih. Mereka adalah Herrie Setyawan dan Sudirman. Herrie saat ini menjadi asisten pelatih di PSM Makassar.

Sementara, Sudirman berstatus sebagai asisten pelatih di Persija Jakarta.

Di klub-klub Liga 2 pun ada sejumlah alumnus Timnas Indonesia 91. Mereka adalah Salahudin, Robby Darwis, Yusuf Ekodono, Bambang Nurdiansyah, dan Kashartadi.

Salahudin, saat ini berstatus sebagai pelatih kepala Persis Solo.

Robby Darwis menangani PSKC Cimahi. Yusuf Ekodono meneruskan karir kepelatihannya bersama PS Hizbul Wathan, Bambang Nurdiansyah melatih Muba Babel United, dan Kashartadi, terakhir, menangani Sriwijaya FC.

Dari deretan nama ini, Robby Darwis bisa dibilang memiliki keunikan. Pasalnya, pria yang kini berusia 55 tahun tersebut juga berstatus sebagai karyawan sebuah bank milik negara.

Selain menangani klub-klub profesional, ada juga pelatih yang menangani tim-tim non-profesional. Rochy Putiray misalnya. Pria nyentrik ini sempat membesut timnas pelajar dan tim sepak bola putri.

Tak hanya Rochy, Peri Sandria pun menangani tim non-profesional. Setelah sempat menjadi asisten pelatih di sejumlah tim Indonesia, saat ini ia menangani tim sepak bola salah satu kecabangan angkatan bersenjata Indonesia.

Menjadi Instruktur

 

Tak hanya menjadi pelatih, ada juga alumnus Timnas Indonesia 91 yang meneruskan karirnya di dunia sepak bola dengan menjadi instruktur kepelatihan.

Salah satu sosok terkemuka di bidang ini adalah Hanafing.

Hanafing, yang saat ini sudah mengantongi lisensi AFC Pro tersebut, merupakan salah satu instruktur kepelatihan yang dimiliki PSSI. Ia sudah menuntaskan kursus instruktur kepelatihan pada 2017 lalu.

Selain Hanafing, ada lagi dua alumnus Timnas Indonesia 91 yang menjadi instruktur. Mereka adalah Heriansyah dan Maman Suryaman. Sebelum menjadi instruktur, Heriansyah sempat menjadi pelatih Putra Samarinda U-21.

Sementara Maman Suryaman sempat melatih Persija Jakarta. Ia pun sempat menjadi kandidat pelatih Timnas U-19.

Menjadi pemilik sekolah sepak bola juga jalan yang diambil salah satu alumnus Timnas Indonesia 91. Sosok yang memilih jalan ini adalah Toyo Haryono.

Toyo memiliki SSB yang dinamai seperti namanya sendiri. SSB Toyo Haryono, yang didirikan pada 2016, ini berada di kawasan Jakarta Timur.

Petinggi BUMN


Dari semua alumnus Timnas Indonesia 91, Ferryl lah yang memilih jalan berbeda. Pria yang gaya bermainnya kerap disebut mirip Franz Beckenbauer ini justru menekuni karir sebagai pekerja kantoran.

Ferryl berstatus sebagai pegawai Petrokimia Gresik, sebuah BUMN yang bergerak di bidang produksi pupuk.

Tak sekadar pegawai biasa, pria berusia 57 tahun ini sempat menjadi Direktur Utama PT Graha Sarana Gresik, anak perusahaan Petrokimia yang bergerak di bidang perdagangan mineral, logam, dan kimia.

Kendati tak lagi aktif berkecimpung di sepak bola Indonesia, nama Ferryl sudah kadung menjadi legenda.

Bahkan, hampir setiap menjelang kongres pemilihan Ketua Umum PSSI, sosoknya terus disebut sebagai kandidat paling pas menakhodai federasi sepak bola Indonesia itu.

Kenalin, ini Ferryl Raymond Hattu, Kapten Timnas SEA Games 1991 saat terakhir kali dapat medali emas.
See K-Conk 1 Dhere's other Tweets

Learn more »