Feature news

Tampilkan postingan dengan label softbank. Tampilkan semua postingan

Sosok di Balik Isu Merger Gojek-Tokopedia, Punya Kisah Hidup Dramatis

CEO Softbank Masayoshi Son disebut-sebut berada di balik kabar kemungkinan merger Gojek-Tokopedia. 

Sosoknya selalu menarik diperbincangkan, apalagi jika melihat dulu hidupnya penuh perjuangan.

Dihimpun dari berbagai sumber, Masayoshi dianggap sebagai legenda hidup di Jepang. 

Awal kehidupannya yang tidak begitu beruntung, serta kerja kerasnya hingga menjadi bos Softbank menginspirasi banyak orang.

Dikenal sebagai pebisnis sukses di Jepang, Masayoshi sebenarnya berasal dari Korea Selatan sebelum sukses menjadi pendiri dan CEO Softbank, CEO SoftBank Mobile, dan Chairman Sprint Corporation.

 

Pria kelahiran 11 Agustus 1957 ini langganan memuncaki daftar orang terkaya di Jepang. 

Menurut catatan Forbes, kekayaan bersihnya sekitar USD 20 miliar (per Februari 2020).

Dikenal sebagai pebisnis sukses di Jepang, Masayoshi sebenarnya berasal dari Korea Selatan sebelum sukses menjadi pendiri dan CEO Softbank, CEO SoftBank Mobile, dan Chairman Sprint Corporation.

Sering disebut sebagai Bill Gates-nya Jepang, Masayoshi sempat menduduki posisi orang terkaya Asia dan paling tajir ke delapan di dunia pada tahun 2000. 

Dia juga dikenal dermawan dengan menjadi filantropis.

Jika melihat masa lalunya, orang-orang akan berdecak kagum memuji keuletannya bekerja. Dia lahir di Tosu, Saga Prefecture, Jepang, di tengah-tengah keluarga imigran Korea yang miskin.

Kakeknya, Son Jong-Gyeong, pindah dari Daegu, Korea Selatan, ke Jepang. 

Membawa serta keluarganya, termasuk Son Sam-Heon, ayah Masayoshi, kakeknya menghidupi keluarga sebagai penambang batu bara. 

Sementara ayah Masayoshi berjualan ikan dan mengurus peternakan babi.

Kakeknya kemudian memutuskan untuk menggunakan nama keluarga Jepang. 

Namun Masayoshi bersikeras tetap memakai nama keluarga Korea yakni Son, ketimbang Yasumoto, nama keluarga Jepang yang dipakai orangtua dan kakeknya.

Karena keputusannya ini, sejak kecil Masayoshi harus menghadapi diskriminasi akibat nama belakangnya. Saat itu, memang sedang terjadi krisis hubungan di antara Jepang dan Korea.

Masayoshi tidak dianggap sebagai warga Jepang karena dia keturunan Korea. 

Dia baru diakui setelah menikah dengan istrinya yang asal Jepang, Masami Ohno. 

Masami langsung mengubah nama belakangnya menjadi Son, dan sejak saat itu, nama tersebut diakui sebagai nama keluarga Jepang.

Diskriminasi pula yang menjadi batu sandungannya mengejar cita-cita. Sejak kecil, dia ingin menjadi guru, seniman, sampai politisi. 

Namun karena terganjal diskiriminasi, dia memutuskan untuk mengubah cita-citanya menjadi pebisnis.

Masayoshi muda pun mulai mengembangkan minatnya di bidang bisnis. 

Dia dengan percaya diri menemui Presiden McDonald Jepang Den Fujita untuk meminta resep sukses. Saat itu pula, Masayoshi belajar bahasa Inggris.

Pada usia 16 tahun, Masayoshi pergi ke California, Amerika Serikat dan menyelesaikan jenjang sekolah menengah dalam setahun. 

Dia mendapatkan kewarganegaraan AS dan melanjutkan studi dengan mengambil bidang ekonomi dan ilmu komputer di University of California Berkeley.

Ketekunannya mengantarkannya lulus dengan menyandang gelar Bachelor of Arts di bidang ekonomi pada 1980. 

Setahun setelah lulus, dia kemudian mendirikan SoftBank. Siapa sangka, Softbank dulunya dimulai dari sebuah garasi dengan hanya dua karyawan.

Kini, Softbank menjadi perusahaan telekomunikasi dan internet terdepan di Jepang. 

Perusahaan yang berpusat di Tokyo ini pun berekspansi dan merambah banyak bisnis dengan berbagai anak perusahaan.

Anak perusahaannya tersebut antara lain perusahaan broadband SoftBank BB, perusahaan data center IDC Frontier, publisher game GungHo Online Entertainment, dan perusahaan publishing company SoftBank Creative.

Softbank juga sangat rajin berinvestasi di banyak startup, salah satunya Grab. 

Kabarnya, Masayoshi yang semula mendukung Grab agar merger dengan Gojek, kehilangan kesabaran pada CEO Grab Anthony Tan untuk menyerahkan kendali, sehingga kini mendukung merger antara Gojek dan Tokopedia yang didukung SoftBank.

Learn more »

Orang Terkaya Jepang di Balik Kabar Merger Gojek dan Grab

Dua perusahaan ride-hailing Asia Tenggara Grab dan Gojek disebut-sebut sedang dalam pembicaraan merger. 

Nah kabarnya lagi, ada campur tangan orang terkaya Jepang, di balik upaya tersebut.

Sosok yang dimaksud adalah Masayoshi Son. Dia adalah pendiri sekaligus CEO Softbank. 

Perusahaannya tercatat sebagai pemegang saham di Grab dan Gojek. Masayoshi yang langganan orang terkaya Jepang ini disebut yang menekan agar merger itu dilakukan.

Softbank tidak sendiri, ada sederet investor lain yang menanamkan duitnya di kedua perusahaan penyedia ojek online itu, di antaranya Alibaba, Tencent, Mitsubishi, PayPal, Google, Facebook dan Visa.

Nah pembicaraan merger Grab dan Gojek konon sudah dilakukan sejak dua tahun lalu, namun karena tidak ada urgensinya maka tidak lanjut, bahkan kabarnya tak direstui Softbank lantaran Masayoshi percaya waktu itu bisnis ride-hailing akan jadi industri monopoli di mana yang paling banyak uang menguasai pasar. 

Namun kini pandangan tersebut berubah, ujar orang yang dekat dengan miliuner Jepang tersebut.

Maret lalu, Softbank dan Son dilaporkan mendorong agar Grab dan Gojek bersatu sebelum pasar berdampak serius oleh COVID-19. 

Mungkin ini sebagai ancang-ancang kaki perusahaan telekomunikasi asal Jepang agar tidak mencatat kerugian lagi.

Seperti diketahui Softbank bekerja keras untuk membersihkan neraca setelah serangkaian kerugian besar usai investasinya di WeWork berakhir bencana. 

 Tercatat nilai kerugiannya mencapai USD 8,9 miliar atau di kisaran Rp 124 triliun.

Kerugian tersebut pertama kali terjadi dalam 14 tahun. Imbasnya mereka menjual aset USD 41 miliar untuk membayar utang. 

Divestasi paling menonjol pada 13 September dengan menjual ARM Holdings kepada Nvidia senilai SUD 40 miliar.

Hanya saja dorongan Son dan Softbank agar Grab dan Gojek merger tentu tidak akan mudah. 

Pasalnya, menurut laporan The Business Times, Alibaba sedang dalam pembicaraan untuk menginvestasikan USD 3 miliar ke Grab. 

Hal itu dapat membuat potensi merger menjadi rumit dalam hal pertimbangan antitrust.

"Jika merger Grab-Gojek tidak cukup sulit, masuknya Alibaba dan bisnis terkaitnya akan meningkatkan pengawasan regulasi," Justin Tang, direktur dan kepala penelitian Asia di grup penasihat United First Partners.

Bloomberg melaporkan bahwa investasi Alibaba dapat mengikat Grab dan Lazada Group. 

Sebab perusahaan besutan Jack Ma itu akan menjadi pemegang saham mayoritas. 

Hal itu menimbulkan lebih banyak masalah persaingan mengingat Lazada adalah pemimpin di pasar e-commerce di sejumlah negara di Asia Tenggara.

Jika Alibaba menginvestasikan USD 3 miliar dalam Grab, itu akan membuat valuasinya menjadi USD 13,1 miliar. 

Semua perusahaan dengan modal ventura harus exit di beberapa titik, baik melalui penawaran umum perdana atau penjualan pribadi.

Di Grab ada batasannya. Berdasarkan ketentuan kesepakatan Uber 2018, itu harus dilakukan pada pertengahan 2023 atau membayar Uber USD 2 miliar. 

Mengingat waktu semakin cepat untuk Grab, merger dengan Gojek menjelang IPO menjadi lebih masuk akal.

Learn more »