Feature news

Tampilkan postingan dengan label sepak bola german. Tampilkan semua postingan

Cetak Gol Lawan Portugal, Kai Havertz Catat Rekor Baru

Bintang Jerman Kai Havertz mencetak satu gol dalam laga matchday 2 Grup F Euro 2020 kontra Portugal, Sabtu (19/6/2021). Gol itu membuat Havertz mencatatkan rekor baru.

Jerman menghadapi Portugal di Allianz Arena, Sabtu (19/6) malam WIB. Pertandingan tersebut berakhir dengan skor 2-4 untuk kemenangan tuan rumah.

Dua gol Jerman di antaranya lahir berkat bunuh diri Ruben Dias dan Raphael Guerreiro. Sementara dua gol lainnya dicetak oleh Kai Havertz.

Adapun Portugal mencetak dua gol masing-masing lewat Cristiano Ronaldo dan Diogo Jota.

 

Rekor Baru

 

Penyerang Jerman, Kai Havertz mencetak gol ketiga timnya pada menit ke-51. Dia mencetak golnya dengan memanfaatkan umpan silang Robin Gosens.

Selain membawa Jerman meraih kemenangan atas Portugal di Euro 2020, gol yang dicetak Havertz membuatnya mencatatkan rekor baru.

Berdasarkan catatan Opta, Havertz tercatat sebagai pemain termuda Jerman yang mencetak gol di ajang Euro. Saat ini, Kai Havertz berusia 22 tahun lebih 8 hari.

 

Performa Tim

 

Terkait pertandingan, Havertz mengaku sangat senang dengan performa yang ditunjukkan rekan-rekannya di laga kontra Portugal.

“Kami bisa puas dengan performa tim. Kami memainkan pertandingan dengan baik,” kata Havertz kepada Magenta TV.

“Penting untuk tidak membuang segalanya setelah pertandingan melawan Prancis, tetapi untuk tetap percaya pada diri kami sendiri. 

Kami mempercayai sistem dan kami mempercayai para pemain."

Learn more »

Franz Beckenbauer: Legenda Piala Dunia


AFP
Adalah sebuah kebanggaan besar bagi tiap pesepak bola membawa negaranya menjuarai Piala Dunia. Begitu juga bagi pelatih, pencapaian terbesar mereka adalah saat mampu membawa negaranya mengangkat trofi supremasi tertinggi sepak bola. Hanya ada dua orang yang mampu melakukannya, namun hanya satu yang melengkapinya dengan memimpin penyelenggaraan Piala Dunia di negaranya. Orang yang beruntung itu adalah Franz Anton Beckenbauer.

Beckenbauer memulai karirnya bersama SC Muenchen 06 yang bermarkas di depan rumahnya. Di Muenchen 06 Beckenbauer telah menunjukkan bakatnya sebagai pesepak bola. “Anda akan mengetahui jika penonton menyukaimu. Anda mendapat sesuatu yang lebih saat memenangkan pertandingan. Anda menyadarai bahwa anda sedikit lebih baik dari yang lain,” kenang Beckenbauer.

Pada 1959 Muenchen 06 membubarkan tim yunior. Beckenbauer pun berniat melanjutkan kiprahnya bersama TSV 1860 Muenchen, klub yang ia dukung sejak kecil. Kebetulan pertandingan terakhir yang dimainkan Muenchen 06 adalah melawan TSV 1860 di final kejuaraan U-14.

Pertandingan tersebut tak hanya menjadi pertandingan terakhir tim muda Muenchen 06 namun juga mengubah haluan karir Beckenbauer. Bahkan jika dirunut jauh ke depan, pertandingan tersebut turut menjadikan sepak bola Jerman seperti sekarang.
Pertandingan Muenchen 06 melawan TSV 1860 itu berlangsung keras. Beckenbauer sempat terlibat adu fisik dengan pemain Die Loewen. Kesal atas perlakuan para pemain TSV 1860, Beckenbauer membatalkan niatnya bergabung. Sebaliknya ia justru memilih bergabung dengan Bayern Muenchen, seteru abadi TSV 1860.
Merangkak dari tim junior, Beckenbauer berhasil meraih tempat di tim senior Bayern dan membawa Die Roten promosi ke 1. Bundesliga (Divisi 1 Bundesliga) pada 1965. Penampilan memikatnya di lini tengah membuat Helmut Schoen memberinya kesempatan bermain di timnas Jerman Barat pada kualifikasi Piala Dunia 1966.
Penampilannya di level klub berhasil dibawa ke timnas. Beckenbauer pun ikut dalam skuat yang berangkat ke Piala Dunia Inggris 1966. Inilah Piala Dunia pertama Beckenbauer. Di negeri penemu sepak bola itu, Beckenbauer menjadi pemain penting Jerman Barat. Dua gol yang dicetaknya di pertandingan pertama menghadapi Swiss membantu Jerman Barat meraih puncak klasemen Grup 2. Die Nationalmannschaft pun lolos ke fase knock-out.

Dua gol kembali disumbangkan Beckenbauer di babak knock-out. Satu gol melawan Uruguay di perempat final dan satu lagi ke gawang penjaga gawang legendaris Uni Soviet Lev Yashin di semifinal.  Jerman Barat pun mencapai final untuk menantang tuan rumah Inggris.

Penampilan gemilang Beckenbauer bukan tak mendapat perhatian Inggris. Pelatih Alf Ramsey sampai menugaskan salah satu pemain terbaiknya Bobby Charlton untuk mengawasi pemain kelahiran 11 September 1945 itu.  Begitu pula sebaliknya Beckenbauer mendapat tugas mengawal Charlton.

“Saya mendapat tugas untuk mengawasinya, sepanjang pertandingan,” kenang Charlton mengenai tugas untuk mengawal Beckenbauer di final.

Hal senada diungkapkan Beckenbauer: “Bobby Charlton dikenal karena kreativitasnya. Ia senantiasa bergerak selama 90 menit. Ia memiliki paru-paru seperti kuda dan aku harus mengejarnya sepanjang pertandingan.”

Kedua pemain ini pun saling mematikan satu sama lain. Dalam hal ini keduanya sukses memainkan peran, tak satupun dari Charlton dan Beckenbauer berhasil mencetak gol meski pada akhirnya Charlton yang tersenyum lebar pada hari itu.

Tiga gol Geoff Hurst membawa Inggris menang atas Jerman Barat 4-2 setelah melewati babak perpanjangan waktu. Satu gol Hurst di babak perpanjangan waktu menjadi salah satu gol paling kontroversial dalam sejarah Piala Dunia. Meski bola sepakan Hurst memantul keluar gawang wasit tetap meberikan  gol. Para pemain Jerman Barat memprotes gol tersebut karena bola belum sepenuhnya melewati garis gawang. Gol tersebut selanjutnya oleh publik Jerman dikenal dengan sebutan “Wembley Tor”.

Usai final di Wembley Beckenbauer memasuki masa keemasan karirnya. Ia mengantar Bayern meraih menjuarai Piala Winers 1967 serta Bundesliga 1969. Akhir tahun 60-an juga menjadi fase transformasi Beckenbauer menjadi libero.

Meski telah mengisi posisi libero di Bayern sejak akhir 1960-an, Beckenbauer tetap menjadi pemain tengah di timnas. Baru setelah Piala Dunia 1970 Schoen memainkan Beckenbauer di posisi legendarisnya. Hasilnya langsung terlihat, Jerman Barat berhasil menjuarai Euro 1972. Dua tahun kemudian gelar tersebut semakin lengkap dengan raihan Piala Dunia 1974 di negeri sendiri.
Selain permainannya di lapangan, Beckenbauer juga dikenal karena pengaruh dan kepemimpinannya. Piala Dunia 1974 adalah bukti nyata bagaimana Der Kaiser memainkan pengaruhnya untuk meraih juara.

Pada pertandingan ketiga putaran grup, Jerman Barat harus takluk 0-1 dari sang saudara Jerman Timur. Kekalahan tersebut menimbulkan friksi di tubuh Jerman Barat. Para pemain kehilangan kepercayaan terhadap pelatih Schoen. Sang pelatih bahkan enggan bertemu para pemainnya.

Situasi ini memaksa Beckenbauer tampil. Sebagai tangan kanan pelatih sang kapten harus mampu menguasai ruang ganti. Ia bahkan turut berandil dalam penyusunan taktik dan komposisi pemain. Skysports dalam acara Football Greatest bahkan menyebut Beckenbauer-lah yang mengendalikan tim, bukan Schoen.  Sejumlah pemain inti yang tidak maksimal dikritik, bahkan diturunkan ke bangku cadangan.

“Saya termasuk salah satu dianggap tidak maksimal. Skuat dibangun ulang. Franz sangat marah. Saya dikorbankan pada pertandingan selanjutnya melawan Yugoslavia,“ sebut anggota skuat Jerman Barat Uli Hoeness.

Perubahan yang dibawa Beckenbauer langsung mengembalikan Jerman Barat ke jalur kemenangan. Piala Dunia 1974 pun akhirnya diraih berkat kemenangan 2-1 atas Belanda. De Oranje sendiri pada masa itu merupakan salah satu kesebelasan yang paling ditakuti. Sepak bola revolusioner Total Voetbal besutan pelatih legendaris Rinus Michels menjadikan Belanda tim yang menakutkan. Belum lagi kehadiran Johan Cryuff salah satu pemain terbaik yang pernah ada.

Belanda sendiri tampil di final dengan motivasi tinggi. Serangan Jerman ke negeri kincir angin di Perang Dunia II menjadi sentimen tersendiri bagi para pemain.

Kombinasi taktik revolusioner serta motivasi tinggi pemain Belanda membuat mereka unggul cepat. Gol penalti Johan Neeskens di menit kedua bahkan terjadi sebelum pemain Jerman Barat sempat menyentuh bola!

“Kami ingin mempermalukan Jerman. Itu bukan sesuatu yang kita pikirkan tapi kami melakukannya. Kami mulai memainkan bola dan lupa mencetak gol kedua,” sebut penyerang Johnny Rep.

Jerman Barat akhirnya membalikkan keadaan sebelum babak pertama berakhir. Dua gol dari Paul Breitner dan Gerd Mueller bahkan tak mampu dibalas Belanda hingga peluit panjang ditiup. “Tertinggal satu gol baik bagi kami,” sebut Beckenbauer. “Para pemain Beanda mulai mengendurkan tekanan dan kita mampu kembali ke pertandingan. Sekali anda mengendurkan permainan anda tak akan mudah untuk kembali mengambil inisiatif.”

Dua gelar Internasional yang diraih Beckenbauer pada tahun 70-an semakin lengkap dengan prestasinya di Bayern.  Bersama Die Roten Beckenbauer meraih tiga gelar Piala Eropa (Piala Champions) 1974-1976. Gelar tersebut turut menjadi fondasi Bayern Muenchen untuk menjadi salah satu  raksasa Eropa. Beckenbauer memutuskan gantung sepatu pada 1983. Setahun kemudian  ia dipercaya menangani Jerman Barat yang gagal bersinar. Meski tak memiliki pengalaman melatih Jerman Barat berhasil dibawanya meraih posisi terhormat.

Runner-up Piala Dunia 1986 mencapai pencapaian pertama Beckenbauer sebagai pelatih. Empat tahun kemudian di Italia 1990 Jerman Barat dibawanya menjadi juara dunia setelah menang 1-0 melawan Argentina yang diperkuat Diego Maradona. Kemenangan di Italia menjadikan Beckenbauer orang pertama yang meraih juara dunia sebagai kapten dan pelatih. Ia juga menjadi pemain kedua setelah Mario Zagallo yang melakukannya sebagai pemain dan pelatih.
AFP

Kisah manis Beckenbauer tak berhenti di situ. Jiwa kepemimpinannya membawa Beckenbauer ke pucuk pimpinan Bayern Muenchen. Federasi Sepak bola Jerman (DFB) bahkan memberinya kepercayaan untuk mempimpin bidding Piala Dunia 2006. Pemilik 103 caps internsional ini sukses menjalankan tugasnya dengan membawa event olahraga terbesar ke tanah Jerman.  Lebih jauh lagi, ia sukses memimpin penyelenggaraan Piala Dunia.

AFP/Oliver Lang

Kesuksesan pascagantung sepatu inilah yang membedakan Beckenbauer dengan legenda sepak bola lainnya. Maradona menghabiskan waktunya dengan pesta dan obat-obatan terlarang. Pele sering menjadi bahan olok-olok karena prediksinya yang sering meleset. Pencetak 60 gol bagi Bayern Muenchen ini tetap aktif meski dari belakang meja. Kontribusi usai pensiun inilah yang menjadikan Beckenbauer legenda sejati.
Learn more »

Masa Keemasan Bayern Muenchen di Pertengahan 1970-an

Pertandingan final Piala Champions (format lama Liga Champions) musim 1973/74 yang berlangsung pada tanggal 15 Mei 1974 telah memasuki detik-detik terakhir babak kedua perpanjangan waktu. Papan skor menunjukkan keunggulan 1-0 Atletico Madrid atas Bayern Muenchen.
Seluruh ofisial serta fans Atletico Madrid telah bersiap menyambut pesta. Hans-Georg “Katsche” Schwarzenbek yang merupakan duet Franz Beckenbauer di jantung pertahanan Die Roten membawa bola sejenak, sejurus kemudian ia mengambil ancang-ancang untuk menendang. Akhirnya bola ditendang, meluncur rendah namun deras melewati gerombolan pemain yang berada di sekitar titik putih. Sang penjaga gawang berusaha menjangkau bola, namun gagal. Sejenak seluruh penonton yang berada di stadion Heysel, kota Brussels terhenyak. Kurang dari semenit kemudian sang pengadil meniup peluit panjang. 
Format Piala Champions saat itu mengharuskan kedua tim menjalani laga replay. Dua hari setelah pertandingan tersebut, masih bertempat di stadion yang sama, Gerd Muller dan Uli Hoeness bergantian menjebol gawang Miguel Reina sebanyak 4 kali tanpa bisa dibalas satu pun gol oleh pasukan kota Madrid ini. Sebuah kesuksesan yang menjadi awal dari keberhasilan dalam menguasai ajang ini selama tiga musim berturut-turut, sekaligus menyamai rekor Ajax Amsterdam yang saat itu bercokol sendirian di puncak daftar juara Piala Champions terbanyak.
Kerangka utama tim
Tulang punggung tim saat itu adalah trio Sepp Maier, Franz Beckenbauer serta Gerd Muller. Pengaruh mereka sangat kuat di Bayern, bahkan peran vital mereka juga membantu timnas Jerman Barat dalam merengkuh titel juara dunia 1974. Maier adalah penjaga gawang legendaris yang hanya bermain untuk satu klub sepanjang karir sepak bolanya, yakni Bayern. Penjaga gawang yang dijuluki “Si Kucing dari Anzing” ini juga memegang rekor penjaga gawang yang paling sering membela timnas Jerman hingga saat ini. 
Berposisi di depan Maier berdiri seorang jenderal yang siap menghalau segala serangan yang mendekati gawangnya, Beckenbauer. Sejatinya seorang bek tengah tugasnya adalah bertahan, namun posisi libero memberikan tugas tambahan kepada bek tersebut yakni menjadi orang pertama dalam memulai sebuah serangan. Beckenbauer adalah sosok yang sanggup menerjemahkan serta memerankan posisi libero dengan sangat brilian. Ban kapten klub dan timnas hampir selalu terlilit di lengan pemain dengan caps 103 untuk timnas Jerman ini. Der Kaizer, demikian julukannya, adalah sosok yang sanggup membendung keperkasaan total voetbal milik Belanda yang bertumpu pada si jenius Johan Cruyff saat keduanya bersua di final Piala Dunia 1974. Ia tercatat membela Bayern selama 13 musim dari 1964 hingga 1977 dan bermain di lebih dari 400 pertandingan serta mencetak 60 gol. 
Sosok ketiga yang menjadi tulang punggung kesuksesan Bayern Muenchen di pertengahan 70-an adalah penyerang haus gol Gerd Muller. Penyerang bertubuh mungil ini hingga kini memegang rekor pencetak gol terbanyak di Bundesliga dengan 365 gol dari 427 laga. Pada Bundesliga musim 1971/72, striker yang dikenal sangat cepat dan gesit ini membobol gawang lawan sebanyak 40 kali, sebuah rekor yang tidak bisa disamai oleh pemain mana pun di Bundesliga hingga kini. 
Pelatih
Keberhasilan Bayern menjadi sebuah tim yang disegani hingga ke level Eropa merupakan hasil kerja keras Udo Lattek. Pelatih berkebangsaan Jerman ini menangani Bayern sejak tahun 1970. Meskipun pada awalnya sempat menuai protes dari beberapa pihak karena dirinya memang belum pernah sekalipun menangani klub, namun Lattek mampu membuktikan anggapan tersebut salah dengan memenangi DFB Pokal (Piala Jerman) pada tahun pertamanya. 
Kesuksesan Lattek dalam menjuarai Piala Champions dilanjutkan oleh suksesornya, Dettmar Cramer. Pelatih yang dikenal sebagai “Football Professor” karena kegemarannya akan hal-hal detil dalam permainan sepak bola ini hanya menangani Bayern selama 2,5 tahun sejak Januari 1975 hingga November 1977. Meski pada awalnya ia juga bernasib sama dengan Udo Lattek yakni diprotes oleh pihak pihak yang tidak menyukainya, namun pelatih yang bertubuh pendek ini tak butuh waktu lama untuk membuktikan kejeniusannya dengan membawa Bayern Muenchen juara Piala Champions 2 musim berurutan 1975 dan 1976.
Piala Champions 1975 dan 1976
Bayern kembali berhasil mencapai partai puncak turnamen antar klub paling bergengsi di Eropa Piala Champions pada musim 1974/75. Lolos otomatis karena berpredikat sebagai juara bertahan, pada undian pertandingan pertama fase knockout Bayern mendapatkan bye sehingga baru bermain di pertandingan kedua melawan Magdeburg, sesama klub Jerman tapi dari negara tetangga, Jerman Timur. Bayern menang dengan agregat 5-3 di mana Mueller mencetak 4 dari 5 gol Bayern.
Di perempat final Bayern melewati klub semenjana asal Armenia, Ararat Yerevan dengan agregat 2-1. Unggul 2-0 di pertemuan perdana, Bayern mesti takluk dari Ararat dengan skor 1-0. Di semi final Bayern juga sukses mengungguli wakil Prancis Saint Etienne dengan agregat 2-0.
Di partai final Bayern ditantang oleh wakil Inggris, Leeds United. Leeds sendiri adalah klub Inggris pertama yang sanggup mencapai laga puncak Piala Champions setelah Manchester United melakukannya pada tahun 1968.
Laga puncak antara juara bertahan melawan klub Inggris yang juga sedang mengalami masa keemasan di bawah manajer legendarisnya Don Revie berlangsung alot dan dibumbui kontroversi. Sebuahhandball serta pelanggaran yang dilakukan oleh Der Kaizer Beckenbauer tidak direspon oleh sang pengadil. Gol yang dicetak gelandang Leeds asal Skotlandia, Peter Lorimer, pun dianulir wasit setelah hakim garis menyatakan kapten Leeds Billy Bremner berada di posisi off side.
Bayern pun juga merasa dirugikan berkat dua buah pelanggaran yang mengakibatkan cederanya bek Bjorn Andersonn dan penyerang Uli Hoeness di babak pertama. Dua gol dari Franz Roth dan Mueller di babak kedua akhirnya mengantarkan Bayern menjadi juara Piala Champions kali kedua secara beruntun.
Pada musim berikutnya, Bayern Muenchen berhasil memperbaiki posisi mereka di klasemen Bundesliga dengan finish di posisi 3. Bayern kembali lolos ke Piala Champions berkat status juara bertahan. Bayern mengalahkan klub asal Luxemburg, Jeunesse Esch, dengan agregat 8-1 pada babak pertama Piala Champions musim 1975/76.
Klub Swedia Malmo FC menjadi klub kedua yang disingkirkan Bayern dari ajang ini setelah kalah dengan agregat skor 1-2 di babak 16 besar. Gerd Muller dan Rummenigge mencetak 3 dari 5 gol saat Bayern mengalahkan Benfica di perempat final dengan agregat 5-1. Di semi final giliran raksasa Spanyol Real Madrid yang harus pulang dari turnamen ini setelah tunduk dari Bayern dengan agregat skor 1-2.
Partai puncak yang berlangsung di Stadion Hampden Park, kota Glasgow menghadirkan wakil Prancis Saint Etienne sebagai lawan Bayern. Roth yang menerima assist dari Der Kaizer kembali menjadi pahlawan bagi Bayern setelah gol tunggalnya di laga ini menghasilkan trofi ketiga secara beruntun bagi Bayern. UEFA membuat kebijakan bahwa hanya klub yang pernah menjuarai Liga Champions 5 kali atau 3 kali secara beruntunlah yang berhak menyimpan trofi asli Liga Champions. Bayern adalah klub ketiga yang berhak mendapatkan kehormatan tersebut setelah Real Madrid menjuarai 6 kali pada tahun 1956-60 serta 1966, juga Ajax Amsterdam yang menjuarai turnamen ini secara berturut-turut pada tahun 1971-73.
Learn more »

Sejarah Hari Ini (4 Februari): Berdirinya Werder Bremen

Pada 4 Februari 1899 16 siswa SMA yang baru memenangi hadiah peralatan olahraga mendirikan Fussballverein Werder, cikal-bakal SV Werder Bremen.

Tepat pada hari ini Werder Bremen genap merayakan ulang tahun yang ke-115. Cikal-bakal klub dibentuk oleh 16 orang siswa sekolah menengah atas yang baru saja memenangi hadiah peralatan olahraga.

Pertama berdiri dengan nama Fussballverein Werder alias Klub Sepakbola Werder, klub beberapa kali mengalami pergantian nama hingga akhirnya menggunakan Sportverein Werder Bremen (Klub Olahraga Werder Bremen).

Walau sejatinya merupakan sebuah klub olahraga, sepakbola tetap menjadi cabang utama. Bahkan, pada 1922 Bremen menjadi tim Jerman pertama yang mempekerjakan seorang pelatih profesional.

Klub, seperti seluruh organisasi lainnya di seantero Jerman, sempat dibubarkan pasca-Perang Dunia II saat negara dikuasai oleh pemerintah Sekutu sebelum didirikan kembali pada 10 November 1945 dan berhasil mengklaim lagi nama SV Werder pada 25 Maret 1946.

Dalam periode ini hingga awal pembentukan kompetisi profesional Bundesliga pada 1963 kiprah Bremen cukup baik, termasuk menjuarai DFB-Pokal 1961, dan mereka pun menjadi satu dari dua tim dari belahan utara Jerman, bersama Hamburg SV, yang mengikuti musim debut Bundesliga.

Bremen bahkan langsung merebut mahkota Deutscher Meister di musim kedua dan menduduki posisi runner-up edisi 1967/68. Sayang, setelahnya mereka kerap terpuruk di papan bawah klasemen, dan akhirnya mencapai titik nadir saat terelegasi ke Bundesliga 2,  pertama dan sejauh ini menjadi satu-satunya momen tim harus turun kasta, pada musim 1980/81 usai finis di peringkat 17 musim sebelumnya.


Otto Rehhagel & Thomas Schaaf | Dua pelatih yang lama bertugas di Weserstadion

Tapi, episode buruk ini juga sekaligus menandai awal masa keemasan klub. Mendapuk kembali Otto Rehhagel (sebelumnya pernah bertugas singkat dari Februari sampai Juni 1976) sebagai pelatih, Si Hijau-Putih langsung bangkit dari keterpurukan dan meraih sederet gelar, di antaranya dua trofi Bundesliga plus titel Eropa pertama klub, Piala Winners 1991/92.

Menyusul keputusan Rehhagel meninggalkan Weserstadion setelah lebih dari 14 tahun berkuasa, untuk menerima pinangan Bayern Munich pada 1995, tim sempat limbung dan menggonta-ganti pelatih sebelum Thomas Schaaf, mantan bek Bremen, mengambil alih komando pada Mei 1999.

Impak positif kehadiran Schaaf langsung terasa. Selain mengangkat tim dari posisi kritis di klasemen liga, ia juga langsung mempersembahkan trofi DFB-Pokal hanya beberapa pekan di awal masa kerjanya.

Schaaf pula yang membawa Die Werderaner merengkuh gelar ganda Bundesliga plus Pokal untuk kali pertama sepanjang sejarah pada musim 2003/04. Lima tahun berselang, skuat besutan Schaaf menorehkan catatan mengecewakan di liga, hanya finis kesepuluh, tapi kembali menjuarai DFB-Pokal dan menembus final Piala UEFA sebelum dikalahkan Shakhtar Donetsk.

Masa bakti Schaaf nyaris seawet Rehhagel, tapi ia akhirnya lengser akhir musim lalu menyusul torehan buruk Bremen dalam tiga tahun ke belakang dan klub memercayakan Robin Dutt sebagai suksesornya.

WERDER BREMEN
Nama lengkap: Sportverein Werder Bremen
von 1899 e. V.

Berdiri: 
4 Februari 1899

Pelatih: Robin Dutt (sejak Mei 2013)

Stadion:
 Weserstadion

Kapasitas: 42.500 penonton
PRESTASI
  • 4 kali juara Bundesliga
  • 6 kali juara DFB-Pokal
  • 1 kali juara DFB-Ligapokal
  • 4 kali juara DFL-Supercup
  • 1 kali juara Piala Winners
Learn more »

Sejarah Hari Ini (1 Januari): Andreas Thom Inisiasi Eksodus Ke Jerman Barat

Tepat pada hari Tahun Baru 1990 Andreas Thom resmi meninggalkan Dynamo Berlin menuju Bayer Leverkusen dan menjadi pemain pertama yang pindah dari liga Jerman Timur ke Barat.

Nama Andreas Thom barangkali tidak terlalu familiar di era modern ini, tapi ia adalah tokoh penting dalam dunia sepakbola Jerman.

Thom menjadi pionir penyeberangan pemain dari kompetisi Jerman Timur, Oberliga, menuju Bundesliga Jerman Barat dengan bergabung ke Bayer Leverkusen. Transfernya dari Dynamo Berlin disepakati pada 16 Desember 1989 sebelum diresmikan pada hari Tahun Baru 1990.

Ini menandai salah satu langkah awal dalam proses reunifikasi yang berujung pada bersatunya kembali Jerman, tentunya termasuk di bidang olahraga.

Saat negara terpecah pasca-Perang Dunia II, sekelompok klub Jerbar mendirikan kembali asosiasi sepakbola yang sempat terbentuk sebelum perang meletus, yaitu DFB. Sementara mereka di belahan timur juga membangun asosiasi sendiri, DDR-Oberliga.

Terkecuali beberapa pertemuan antara timnas Jerbar dan Jertim di pentas internasional, dua badan sepakbola ini senantiasa terpisah sampai November 1989, ketika suara dukungan untuk reunifikasi meningkat sampai akhirnya DFB dan DDR sepakat untuk mengizinkan pemain menyeberang di antara kedua liga. Klub-klub Jerbar dan Jertim sendiri baru terintegrasi ke kompetisi tunggal Bundesliga sejak musim 1991/92, sesudah Jerman resmi bersatu pada 3 Oktober 1990.

Kembali ke Thom, dihapusnya larangan pindah antardua wilayah langsung dimanfaatkan pemain berposisi penyerang ini.

Usai berjaya dalam periodenya bersama Dynamo dengan rengkuhan lima titel liga berurutan (1984 sampai 1988), dua trofi FDGB-Pokal alias Piala Jerman Timur (1988 dan 1989), juga mencaplok gelar topscorerDDR-Oberliga 1987/88 dan Pemain Terbaik Jerman Timur 1988, ia memberanikan diri untuk mempelopori kepindahan ke tetangga di barat meski mendapat sejumlah tentangan dari koleganya di timnas Jertim. Ia pun berlabuh ke Leverkusen dengan nilai transfer 3,6 juta mark dan menjadi pemain bergaji tertinggi di BayArena saat itu.

Debutnya untuk Die Werkself ditandai dengan gol pembuka dalam kemenangan 3-1 atas FC Homburg.  Empat setengah tahun dilewatkan Thom bersama Die Werkself dengan koleksi 37 gol dari 161 penampilan liga dan sebuah trofi DFB-Pokal sebelum merantau ke Skotlandia untuk membela Celtic pada musim panas 1995 dengan banderol £2,2 juta, rekor pembelian termahal klub kala itu. Ia lantas balik ke Jerman pada 1998, bergabung dengan Hertha Berlin, sebelum memutuskan gantung sepatu tiga tahun kemudian.


ANDREAS THOM

Nama lengkapAndreas Thom

Tempat, tanggal lahir:
 Rüdersdorf bei Berlin, Jerman Timur, 7 September 1965
Koleksi Gelar (Pemain):
Dynamo Berlin
    DDR-Oberliga (5):  1984, 1985, 1986, 1987, 1988
 FDGB-Pokal (2): 1988, 1989  

Bayer Leverkusen
    DFB-Pokal: 1993

Celtic
    Liga Primer Skotlandia: 1998
Piala Liga Skotlandia: 1997

Timnas Jerman
   Piala Eropa: 1992 (runner-up)

Karier pemain:
1983–1990: Dynamo Berlin    
1990–1995: Leverkusen 
1995–1998: Celtic   
1998–2001: Hertha Berlin        

Karier timnas:1984-1990: Jerman Timur
1990-1994: Jerman

Karier pelatih:

2003-2007: Hertha Berlin
2008-2010: Holstein Kiel
2010-sekarang: Hertha Berlin


158 laga (77 gol)
161 (37)
70 (14)
51 (5)


51 (18)
10 (2)


(asisten)
(asisten)
(pelatih U-17)
Learn more »