Indonesia berulang tahun ke-75 hari ini. Negeri ini adalah Benua Sundaland yang legendaris dan paling kaya manusia purba di Asia.
Indonesia
memang baru berusia 75 tahun, tapi sejatinya ini adalah negeri yang
berusia ribuan tahun.
Sejak Zaman Es 12 ribu tahun silam, Indonesia
masih berwujud benua Sundaland dan sudah dihuni manusia.
Menurut
ahli Paleontologi ITB, Profesor Yahdi Zaim dalam perbincangan, Indonesia begitu istimewa di mata dunia
ilmu pengetahuan. Indonesia punya koleksi manusia purba terbanyak di
Asia, dan terbanyak setelah Afrika.
"Kita
punya manusia purba terbanyak di Asia. Total ada 20 individu dari
berbagai zaman, dari 100 ribu tahun sampai 1,5 juta tahun," kata Yahdi.
Yahdi mengatakan momen HUT Kemerdekaan adalah waktunya menumbuhkan lagi rasa cinta untuk Indonesia dari sisi sains.
Sundaland adalah benua yang penuh dengan sumber ilmu pengetahuan yang menunggu untuk diteliti.
"Indonesia diminati para ilmuwan dunia. Kalau orang luar negeri saja begitu cinta Indonesia, masa kita nggak?" kata dia.
Paleontologi, paleooceanografi, arkeologi dan sejumlah ilmu pengetahuan lain adalah kunci untuk mengungkap rahasia Sundaland dan
Indonesia di masa silam.
Ilmu pengetahuan ini harus bisa diwariskan
untuk generasi mendatang. Regenerasi ilmuwan Indonesia adalah sebuah
keharusan.
"Harus ada regenerasi. Kalau nggak, bule lagi, bule lagi yang meneliti Indonesia," ujarnya.
Mumpung
HUT Kemerdekaan RI, Yahdi menilai ini adalah momen yang tepat untuk
menumbuhkan minat generasi muda pada ilmu pengetahuan.
Ada cara mudah
dan sederhana untuk mengetahui hasil penelitian para ahli paleontologi
sampai arkeologi.
"Mulailah sejak dari kecil untuk mencintai
museum. Museum itu sangat penting karena untuk pendidikan visual
anak-anak.
Itu sangat melekat dan masuk ke sanubarinya sampai besar,
nanti bisa tumbuh rasa keingintahuannya," pungkasnya.Learn more »
Ilmuwan bersepakat bahwa dahulu ada benua yang tenggelam di Indonesia.
Namanya adalah Sundaland.
Dari mana asal nama ini?
Ahli
Paleontologi ITB, Profesor Yahdi Zaim mengatakan Sundaland adalah nama
yang disepakati oleh komunitas ilmiah dunia. Menurut Yahdi, nama ini
diberlkan oleh para peneliti Belanda.
"Jadi dulu para geografer dan ahli biologi Belanda yang kasih nama," kata Yahdi.
Argumen pastinya, Yahdi kurang jelas.
Namun saat itu pusat pemerintahan
kolonial Belanda ada di barat Jawa dan sudah ada penamaan Selat Sunda.
Maka untuk menamai daratan yang muncul di Zaman Es, mengikuti dengan
kata Sunda juga. Jadilah nama Sunda Shelf dan Sundaland.
"Sundaland itu menjadi ujung benua Asia," jelasnya.
Dalam
penelusuran, Arnold HL Heeren dalam bukunya The Historic
Research tahun 1846, mengatakan Sunda dan Jawa sudah dikenal sejak zaman
Romawi Kuno.
Bukan main! Adalah geografer Romawi bernama Claudius
Ptolemy (100-170 Masehi) yang menulis ada tempat bernama Sinde (Sunda)
dan Jabadia (Javan-Dwipa/Jawadwipa/Jawa) di wilayah bernama Aurea
Chersonesus (Golden Peninsula).
Kemudian ada beberapa ilmuwan
Belanda yang mulai meneliti Sundaland antara lain Gustaf Molengraff dan
Reinout Willem van Bemmelen di paruh pertama abad ke-20.
Bemmelen
disebut-sebut yang pertama mengusulkan nama Sundaland di forum ilmiah.
Sampai sekarang, semua penelitian multi disiplin bersepakat untuk
menamai benua tenggelam di Indonesia ini sebagai Sundaland.
Bagaimana akhirnya Sundaland bisa tenggelam? Yang jelas bukan
mendadak tenggelam.
Yahdi mengatakan, benua Sundaland tenggelam
pelan-pelan dari 18 ribu tahun lalu pada masa Last Glacial ke masa
Holocene sekitar 12.000 tahun silam.
Itu semua akibat pemanasan global
dimana permukaan air laut naik 20 mm/tahun.
Benua Sundaland pun akhirnya
tenggelam sepenuhnya, di masa Holocene 12 ribu tahun silam.
"Di awal Holocene sekitar 12.000 tahun yang lalu, muka laut berada sama dengan muka laut sekarang," kata dia.
Itulah akhir nasib dari Benua Sundaland.
Yang tersisa adalah rangkaian pulau-pulau yang akhirnya menjadi negara Indonesia yang kini akan merayakan ulang tahun ke-75.
Sisa salju abadi di Papua, diduga sudah ada sejak Zaman Es
Saat Indonesia masih berwujud Sundaland, planet Bumi lagi dingin-dinginnya.
Apakah ada es dan salju di Indonesia?
Untuk
menjawab hal ini, detikINET berbincang dengan ahli Paleontologi ITB,
Profesor Yahdi Zaim.
Dia mengatakan pada Periode Last Glacial sekitar
18.000 tahun lalu, es memang menutupi sebagian Bumi.
Yahdi memberikan gambaran bahwa es di Kutub Utara dan Kutub Selatan jauh
lebih luas dari es yang ada hari ini. Es di Kutub Utara meluas sampai
Kanada dan Skandinavia.
Sedangkan es di Kutub Selatan, meluas sampai hampir ke Afrika Selatan
dan ujung Amerika Selatan. Indonesia yang ada di khatulistiwa dan masih
berwujud Sundaland, aman dari es tapi hawanya dingin banget.
"Meskipun, khatulistiwa tetapi relatif dingin. Suhunya
(Indonesia-red) rata-rata 5-10 derajat Celcius, kalau rata-rata dunia
saat itu -8 derajat Celcius," kata Yahdi.
Apakah ada es dan salju di Indonesia? Yahdi mengatakan salju abadi di Pegunungan Jayawijaya Papua, sudah ada sejak Zaman Es.
"Saya
tidak punya data soal es di Indonesia. Tapi yang signifikan itu di
Papua. Es di Papua dulu lebih luas dari sekarang," kata Yahdi.
Benua Sundaland dan Sahul di Zaman Es yang hari ini menjadi Indonesia
Para ilmuwan pun sempat menduga ada salju di pegunungan perbatasan
Kalimantan dan Malaysia saat Zaman Es. Namun hal itu belum pernah
terbukti secara ilmiah.
Sementara itu, embun es seperti yang sekarang terjadi di Dieng, menurut Yahdi kemungkinan juga sudah terjadi sejak Zaman Es di Sundaland.
Sejak 2-3 juta tahun lalu, posisi Indonesia sudah di Khatulistiwa, sehingga kondisi iklim tidak jauh beda dengan sekarang.
"Kondisi embun es seperti Dieng mestinya sama. Puncak-puncak gunung ya sama kondisinya," pungkasnya.
Peta sungai purba di Sundaland yang kini ada di dasar lautan (The Conservation)
Ilmuwan sudah memastikan Sundaland adalah benua yang tenggelam di Indonesia. Mereka percaya ada jejak peradaban di dasar lautan.
Selama
ini, para ilmuwan sering menemukan fosil di tepi sungai seperti
Bengawan Solo.
Nah, penelitian menunjukkan bahwa Sundaland yang
tenggelam juga punya sistem sungai purba ketika masih menjadi daratan.
"Dulu Sungai Musi dan Sungai Kapuas bertemu, lalu bermuara ke Laut China
Selatan," kata ahli Paleontologi ITB, Profesor Yahdi Zaim.
Laut Jawa juga dulunya terusan dari sungai-sungai di Jawa dan
Kalimantan.
Lalu sungai ini bermuara ke Laut Bali.
Apakah ada jejak
peradaban manusia Sundaland di dasar Laut Jawa dan Laut Natuna?
"Sangat mungkin ada manusia purba dan vertebrata di Laut Jawa dan Sundaland," kata Yahdi.
Sundaland punya sistem sungai purba yang mungkin ada jejak peradaban
Ada kemungkinan ilmuwan bisa menemukan jejak peradaban seperti peralatan batu atau sisa makanan. Sekarang Sundaland sudah tenggelam, jadi harus memakai arkeologi bawah laut.
"Tapi
di Indonesia belum ada ahlinya. Jangankan yang purba, kapal Majapahit,
Sriwijaya dan Belanda saja belum digali karena di bawah air," ujarnya.
Arkeologi
bawah laut adalah tantangan untuk penelitian Sundaland. Bahkan menurut
Yahdi, Singapura dan Malaysia pun belum melakukannya.
"Malaysia itu masih fokus ingin mencari manusia purba di daratannya,
karena kita sudah punya dan Filipina juga sudah punya," kata Yahdi.
Semoga suatu saat nanti, teknologi ini bisa dimiliki para ahli Indonesia ya, detikers. Sehingga mereka bisa menggali peradaban Sundaland di dasar lautan.
Benua yang tenggelam di Indonesia ini ditinggali banyak manusia. Ada manusia Hobbit lho!
Sundaland adalah benua yang perlahan tenggelam di Indonesia dimulai sejak akhir Zaman Es, 18.000 tahun silam.
Yang tersisa adalah bagian yang tinggi yang kini menjadi Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Malaysia.
Dahulu
di Sundaland ada padang savana dan hewan-hewan purba seperti gajah
stegodon. Sementara daerah yang agak tinggi adalah hutan hujan.
Namun
bukan cuma hewan dan tumbuhan, manusia juga bertebaran di Sundaland.
"Manusia di Sundaland ada banyak variannya," kata ahli Paleontologi ITB, Profesor Yahdi Zaim.
Mereka ini adalah manusia purba yang kita kenal sekarang. Hari ini
kita menganggap mereka adalah penghuni awal Indonesia, tapi sejatinya
mereka adalah penghuni Sundaland.
Yuk
sekali lagi berkenalan dengan mereka. Yang tertua adalah Meganthropus
paleojavanicus yang umurnya 1,5 juta tahun di Sangiran (Von Konigswald,
1941).
Diperkirakan tingginya mencapai 2,4 meter.
Lalu ada aneka
Homo erectus yang berusia 700 ribu-1 juta tahun.
Pertama ditemukan di
tepi Sungai Bengawan Solo oleh Eugene Dubois tahun 1891. Lalu ada banyak
penemuan lain di Ngandong antara 1931-1933.
Lompat ke Flores ada
Homo floresiensis yang berusia 60.000-100.000 tahun lalu.
Ia ditemukan
tahun 2003 dan bikin geger dunia karena tubuhnya kecil dan dijuluki
Manusia Hobbit. Ia masih bersaudara dengan Homo luzonensis dari
Filipina.
"Yang paling muda di Sundaland ada di Wajak," kata Yahdi.
Inilah
Homo wajakensis yang ditemukan tahun 1888 di Tulungagung, Jawa Timur.
Dia berumur sekitar 10.000 tahun dan sudah merupakan Homo sapiens, alias
manusia modern.
Di Benua Sahul yang juga tenggelam dan sekarang tersisa
Papua dan Australia juga ditemukan sisa manusia purba di Mungo,
Australia.
Umurnya sekitar 50 ribu tahun dan sudah Homo sapien juga.
"Paling banyak fosil itu di Sangiran. Total di Jawa ada 20 individu manusia purba ditemukan dari berbagai zaman," kata Yahdi.
Yahdi
mendukung teori migrasi manusia dari Afrika.
Mereka ke Sundaland dari
dua jalur yaitu lewat India, Thailand sampai ke Indonesia, satu lagi
lewat Taiwan, Filipina, lalu sampai juga ke Indonesia.
Perkiraan usia manusia purba
Lantas berapa usia hidup mereka?
Apakah lebih panjang umur dari manusia modern? Menurut Yahdi, ilmuwan
belum bisa menyimpulkan umur manusia purba, hanya memperkirakan umur individu fosil yang ditemukan.
"Contohnya, fosil Homo erectus modjokertensis merupakan fosil anak-anak berumur 12 tahun," kata dia.
Bagaimana
kebudayaan mereka? Menurut Yahdi, mereka sudah bisa bikin alat dari
batu, alat perang, alat tulang.
Mereka juga sudah bisa bikin lukisan gua
seperti di Maros dan Kalimantan yang berusia 40 ribu tahun dan lukisan
gua di Papua dan Maluku yang berumur 4.000-5.000 tahun.
Lukisannya
berupa gambar orang, hewan dan cap tangan.
"Catnya dari tanah, ochre, getah dan arang," kata Yahdi.
Sebelum
tinggal di gua, mereka tinggal di alam terbuka.
Belum ada bukti kalau
mereka bisa bikin rumah atau bangunan.
Tapi ada sisa pembakaran yang
artinya mereka sudah bisa bikin api. Mereka mencari makan dengan cara
berburu hewan.
"10 Ribu tahun lalu Homo sapiens itu sudah cerdas.
Kenal api, komunitas, keluarga dan sudah bikin pakaian untuk melindungi
diri dari panas dan hujan," kata Yahdi.Learn more »
Ketika meneliti Benua Sundaland di Indonesia, ilmuwan sering menemukan fosil di sungai dan gua. Kenapa bisa begitu?
"Sebenarnya
bukan cuma tepi sungai, tapi area yang secara geologis dulunya ada
air," kata pakar Paleontologi ITB Profesor Yahdi Zaim.
Tepi Sungai Bengawan Solo memang banyak ditemukan fosil. Sangiran bukan tepi sungai, tapi banyak fosil juga.
"Sangiran itu dulu danau. Kalau Majalengka dan Sumedang dulunya juga
danau, sekarang tinggal sungai. Kami pernah menemukan fosil gading
gajah," kata dia.
Sumber air pada Zaman Es di Benua Sundaland, Indonesia memegang peranan penting untuk kehidupan. Fauna besar di zaman purba harus hidup dekat air karena banyak makanan.
"Paling gampang ya dekat sungai," imbuhnya.
Sedangkan, gua menawarkan perlindungan untuk manusia purba dari
hujan, panas dan binatang buas.
Gua juga jadi sarang untuk burung dan
kelelawar selama ratusan ribu tahun dan menyediakan tinja yang menjadi
fosil dan penuh bukti organisme.
Itu sebabnya gua begitu ideal untuk
mencari bukti kehidupan Zaman Es di Sundaland.
Menurut
Yahdi, tim ilmuwan Indonesia dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
(Arkenas) bersama banyak tim lain, bekerja sama dengan peneliti
Australia saat ini juga masih aktif melakukan penggalian. Mereka ada di
Liang Bua dan Matamenge, Flores.
"Tim Sangiran juga masih meneliti. Ada di Bumiayu, ada juga di Punung, Pacitan. Semua jalan terus," pungkasnya.
Indonesia adalah benua Sundaland pada Zaman Es, lalu tenggelam. Inilah fakta-fakta keadaan di zaman yang membekukan itu.
saya berdiskusi
dengan ahli paleontologi ITB, Profesor Yahdi Zaim.
Dia menjelaskan
sejumlah fakta unik tentang suasana Indonesia pada Zaman Es.
Karena ini
adalah periode yang panjang, Yahdi memfokuskan pada Last Glacial Period
sekitar 18 ribu tahun lalu, yang merupakan fase peralihan dari masa
Pleistocene menuju Holocene.
Berikut ini adalah 5 fakta tentang Zaman Es dan kondisi Indonesia:
1. Separuh Bumi adalah es
Menurut Yahdi, pada masa Last
Glacial, Kanada sampai Skandinavia tertutup es! Es ini adalah perluasan
dari Antartika atau Kutub Selatan.
Di Bumi selatan pun demikian,
es di Arktik atau Kutub Utara menyebar luas hampir mencapai Australia,
Afrika Selatan, dan selatan Chile.
Selain wilayah itu tidak tertutup es,
tapi sangat dingin. Indonesia, yang ada di khatulistiwa, juga tidak
tertutup es.
"Meskipun khatulistiwa, tetap relatif dingin," kata Yahdi.
2. Indonesia sedingin Eropa
Suhu rata-rata dunia pada masa
Last Glacial adalah -8 derajat Celsius. Indonesia, menurut Yahdi, lebih
hangat untuk ukuran pada masa itu.
"Kalau rata-rata 5-10 derajat Celsius," kata Yahdi.
Wah, 5-10 derajat Celsius ya? Itu artinya, Indonesia sedingin Eropa dalam musim dingin di masa sekarang. Brrrr!
3. Air laut turun 120 meter
Glasial
adalah proses pengesan. Air dan udara dingin membeku di utara dan
selatan Bumi.
Akibatnya, air laut di Bumi merosot 120 meter lebih rendah
dari posisi hari ini.
"Daratan es bertambah, maka laut kita berkurang," ujarnya.
4. Indonesia menjadi benua besar
Akibat air laut turun 120
meter, Indonesia, yang merupakan negara kepulauan, menjelma menjadi
sebuah benua besar di bagian barat dan timur.
Laut Jawa, Selat
Malaka, Laut Natuna, dan Laut Arafura surut menjadi daratan.
Sumatera,
Malaysia, Jawa, Kalimantan menjadi satu di barat. Sedangkan di timur,
Papua dan Australia menjadi satu.
Indonesia barat menjadi benua Sundaland.
Indonesia timur menjadi benua Sahul.
Di belahan dunia lain, Rusia
bersatu dengan Amerika dengan benua Beringia. Inggris pun bersatu dengan
benua Eropa dengan nama Doggerland.
Semua benua ini sudah tenggelam...
5. Sudah ada kehidupan di Indonesia pada Zaman Es
"Kehidupan sudah meluas," kata Yahdi dengan yakin.
Menurut dia, sejak Zaman Pleistocene, kehidupan sudah berkembang. Di Indonesia pada Zaman Es sudah banyak tumbuhan, hewan, dan tentu saja manusia.
"Sudah ada gajah purba seperti Stegodon dan dari genus Elephas," kata Yahdi memberikan contoh.Learn more »