Pengguna media sosial dan media tabloid di Korea Selatan marah atas klaim China
yang mengaku telah dianugerahi sertifikasi dari Organisasi
Internasional untuk Standardisasi (ISO) untuk “pao cai”
– hidangan sayur
acar dari Sichuan
– sebagai versi definitif dari “kimchi”.
Padahal kimchi dikenal sebagai makanan asam pedas yang konon mewakili jiwa orang Korea.
Dalam sebuah artikel dengan gaya provokatif, surat kabar yang
dikelola pemerintah Cina, Global Times, melaporkan bahwa ISO telah
mengakui “pao cai” sebagai “standar internasional untuk industri kimchi,
yang dipimpin oleh China.”
Klaim China tersebut kemudian dengan cepat ditolak oleh Kementerian
Pertanian Korea Selatan.
Mereka bersikukuh bahwa kimchi bukan hanya
kubis yang difermentasi semata tetapi juga merupakan bagian sentral dari
budaya makanan bangsa Korea.
Dan bahwa standar industri untuk kimchi
telah diakui oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) sejak tahun
2011.
Tak hanya itu, kementerian pertanian Korsel juga mengungkapkan bahwa
pembuatan kimchi yang dikenal sebagai “kimjang” – proses mencuci,
mengasinkan sayuran, menumisnya dengan bawang putih, paprika merah dan
ikan yang diawetkan sebelum menguburnya di bawah tanah dalam wadah pot
dari tanah liat – telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda
UNESCO pada tahun 2013.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian tersebut mengatakan bahwa China
memang telah diberikan sertifikasi untuk pao cai, namun “perlu dipahami
bahwa pao cai berbeda dengan kimchi”.
Namun pernyataan terukur dari kementerian pertanian Korea Selatan itu
belum cukup bagi sebagian warga Korea.
Surat kabar Chosun Ilbo misalnya
mengklaim bahwa langkah tersebut adalah bagian dari “upaya terbaru
China untuk menguasai dunia” dan menggambarkan Global Times sebagai
“media propaganda”.
Kemarahan juga muncul di kalangan pengguna media sosial.
Banyak yang
menuliskan kekesalannya akan isu tersebut di Naver, salah satu media
sosial di Korea Selatan.
Salah satu pesan berbunyi: “Sangat membuat
frustrasi melihat China mengklaim begitu banyak warisan kita.”
Pengguna
lain berkata: “Secara historis, Cina telah menjadi negara paling banyak
menimbulkan masalah bagi Semenanjung Korea.”
Dalam sebuah komentar yang lebih tajam, salah satu pengguna menulis:
“Saya yakin saya membenci China lebih dari saya membenci Jepang
sekarang!”
Kekesalan serupa juga terlihat di Twitter. Satu pengguna mengklaim
bahwa Cina seharusnya malu karena “tidak mengetahui sejarah dunia”.
Pengguna lain bahkan sampai menyerukan boikot perjalanan ke China dan
semua barang impor dari China.
Namun tidak semuanya marah, beberapa warga justru terlihat lebih
tenang menanggapi masalah makanan yang telah menjadi bagian dari gaya
hidup Korea Selatan itu.
Salah satunya adalah Ahn Yinhay, seorang
profesor di Korea University di Seoul yang juga pembuat kimchi yang
handal setiap musim gugur tiba.
“Saya tertawa ketika mendengar bahwa Cina mencoba mengklaim hidangan
mereka adalah versi ‘pasti’ dari kimchi,” katanya kepada DW.
“Saya mengerti mengapa hal ini mungkin membuat beberapa orang marah
dan mendorong mereka untuk mengungkapkan kekesalan di media sosial.
Tetapi kenyataannya, kimchi Korea telah diakui secara internasional
selama bertahun-tahun.
Ini secara efektif identik dengan budaya Korea
dan upaya klaim dari Cina tidak akan membuat perubahan,” tambahnya.
Menurut Ahn, klaim tersebut tidak masuk akal. “Kedua makanan ini sama
sekali berbeda dan proses pembuatan kedua hidangan juga berbeda.
Saya
tidak tahu apa yang dipikirkan oleh surat kabar Cina ketika menuliskan
itu, tapi saya kira kita tidak perlu terkejut karena mereka adalah media
yang dikelola negara,” ujarnya.
Kimchi Identitas budaya Korea
“Ini mungkin terdengar aneh, tapi kimchi adalah bagian besar dari
identitas budaya kami dan itu adalah ‘jiwa’ bangsa ini dalam bentuk
makanan,” katanya.
Ahn pun mengaku bahwa ia dan keluarganya makan kimchi setiap hari, terkadang sebagai lauk setiap kali makan.
Meski terkadang sangat menyengat bagi banyak orang luar, kimchi
adalah bagian tidak terpisahkan dari makanan Korea, dengan lebih dari 2
juta ton dikonsumsi setiap tahunnya.
Selain sering dimasukkan ke dalam
semur dan sup, kimchi juga disajikan sebagai lauk dan tersedia dalam
lebih dari 200 jenis.
Lebih dari 90% orang Korea Selatan mengatakan bahwa mereka makan
kimchi setidaknya sekali sehari. Lebih dari 60% mengatakan memakannya
saat sarapan, makan siang, dan makan malam.
"Waktu yang tidak menguntungkan"
David Tizzard, seorang profesor pendidikan di Universitas Wanita
Seoul, mengatakan kepada DW bahwa klaim Cina atas hidangan tradisional
Korea “muncul pada waktu yang paling buruk”.
Alasannya, ada sejumlah
masalah bilateral yang terus membebani hubungan kedua negara.
Selain
itu, warga Korea juga baru saja menyelesaikan tugas yang melelahkan
menyiapkan stok kimchi untuk musim dingin.
“Dan itu terjadi di atas semua masalah yang sudah disebabkan oleh virus corona terhadap masyarakat Korea,” ujarnya.
“Menurut saya ini mungkin hanya kesalahan kecil dari The Global
Times, tetapi memang ada banyak persaingan di kawasan ini saat ini.
Jadi
saya pikir tidak terlalu mengejutkan bahwa beberapa orang tersinggung
karenanya,” tambahnya.
“Menurut saya kalau Anda bertanya kepada sebagain besar orang Korea
Selatan soal ini, mereka hanya akan memberikan pandangan kosong,”
katanya.
"Ini sama sekali tidak masuk akal. Mereka tahu itu, dan mereka
tidak perlu diberi tahu bahwa kimchi adalah makanan Korea. Ya memang
itulah adanya.”