Feature news

Tampilkan postingan dengan label alamanda shantica. Tampilkan semua postingan

Startup Mantan Emak Programer Gojek Dikucuri Dana Segar

Startup besutan mantan emak programmer Gojek, Alamanda Shantika, yakni Binar Academy, dikucuri dana segar dari investor. 

Putaran pendanaan tahap awal (seed round) dipimpin oleh perusahaan modal ventura asal Singapura, Teja Ventures, dengan partisipasi dari beberapa investor seperti Indonesia Women Empowerment Fund (IWEF), Eduspaze, The Savearth Fund, serta beberapa angel investor dari Angel Investment Networkof Indonesia (ANGIN).

Tidak disebutkan berapa besar investasi yang diraih startup berbasis edtech dan digital talent placement ini. 

Namun suntikan dana ini akan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan pendidikan teknologi, serta merekrut pakar di bidang pendidikan dan teknologi agar dapat menyediakan digitalisasi konten dan kurikulum untuk melatih dan mengembangkan skil talenta digital secara terus-menerus.

"Kami percaya bahwa talenta digital adalah kunci dalam laju pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara, dan memungkinkan visi Indonesia menjadi energi digital Asia. Binar adalah pelopor di bidang pendidikan teknologi yang memberikan one stop solution bagi pendidikan, perekrutan talenta dan retensi; dan kami begitu bangga mendukung Alamanda dan timnya,"kata Virginia Tan, Founding Partner Teja Ventures.

 

Sedikit informasi, Binar Academy didirikan 2017 oleh Alamanda bareng dua alumnus Gojek lainnya, yaitu Dita Aisyah dan Seto Lareno. 

Sebagai pelopor startup edutech, Binar fokus pada pengembangan skil dan talenta digital dengan meningkatkan pengalaman belajar melalui tahapan pembelajaran yang jelas dan metode pembelajaran yang beragam, seperti kelas online dan berbagai macam konten.

Melalui program pendidikannya, yaitu Binar Bootcamp dan Binar Insight, serta layanan talent placement (Job Connect), Binar Academy berupaya mendukung pertumbuhan karier lulusan SMA, mahasiswa, dan orang-orang yang ingin berganti karier (career shifter).

Pada tahun lalu, Binar Academy berhasil mengedukasi lebih dari 8.000 siswa melalui program Binar Bootcamp, kursus intensif bagi pemula, dan Binar Insight, berbagai seri webinar interaktif. Di tengah pandemi sekalipun, jumlah siswa terus bertambah seiring penyesuaian mereka dengan pembelajaran online.


"Dalam tiga tahun terakhir, kami terus mengembangkan produk utama kami, yaitu Binar Bootcamp, untuk memenuhi pengalaman belajar siswa kami dan permintaan pasar akan talenta digital. 

Kami berterima kasih telah diberi kesempatan dan kepercayaan untuk memperluas jangkauan, mendidik lebih banyak siswa, dan membangun komunitas pelajar," ujar Alamanda , Founder dan CEOBinar Academy.

"Menginspirasi pemuda Indonesia dan membantu mereka untuk menemukan potensi mereka yang sesungguhnya akan selalu menjadi misi saya," pungkasnya.

Para pendiri Binar Academy. (Ki-ka) Alamanda Shantika, Seto Lareno, dan Dita Aisyah. Foto: dok Binar Academy/Heraldy Dwifany

Learn more »

Alamanda Shantika, Tinggalkan Gojek & Cetak Talenta Digital Kelas Dunia

Alamanda Shantika, CEO dan Founder Binar Academy (Foto: instagram.com/alamandas)

 

Ketika menyebut nama Alamanda Shantika, pastilah tidak asing di telinga. 

Dialah salah satu srikandi teknologi Indonesia yang pernah berkiprah sebagai 'emak' programer Gojek, namun kemudian ditanggalkannya demi mencetak talenta digital Indonesia berkelas dunia.

Sederet penghargaan pun telah banyak diraih perempuan kelahiran Jakarta ini. Salah satu yang bergengsi adalah Women in Tech dari Habibie Festival.

Sekarang dia tidak saja mengurusi Binar Academy, startup bidang edukasi digital yang didirikannya 2017. Ala disibukkan dengan kegiatannya sebagai Komisaris Independen Mandiri Capital dan anggota komite Rumah Sakit Hermina.

 

Namun bukan Ala, demikian sapaan akrabnya, kalau tidak punya kejutan baru saat detikINET menghubunginya.


Aplikasi Binar

 

Ala mengungkapkan lantaran pandemi, Binar Academy belum memiliki rencana membuka cabang baru. Mereka memilih untuk beralih ke online.

"Dulu kan ada kendala orang Jakarta bila harus ke BSD cukup jauh. Ditambah lagi sekarang pandemi, jadi kami ingin fokus online," ujarnya.

Belum lama ini Binar Academy merilis aplikasinya yang dapat didownload di iOS dan Android. Di sana dapat dibaca materi dan bisa dapat feedback dari mentor secara langsung.


 

"Lewat aplikasi, bisa ketemu mentor dan teman-teman yang lain. 

Karena belajar kelompok itu masih penting. Karena waktu belajar bareng-bareng sering dapat inspirasi dari teman lain," jelas Ala.

"Selain itu kami bungkus materi agar semua orang paham meski mereka tidak punya latar belakang IT sama sekali, jadi mudah dimengerti," tambahnya.

Kehadiran layanan online makin memperluas jangkauan Binar Academy, dan selama pandemi murid yang mengikuti program terus meningkat. 

Saat ini murid yang menimba ilmu berasal dari 33 kota Indonesia.

"Banyak lho student kami yang melakukan career shifting. Mungkin karena dunianya udah mau ter-distracted dan banyak perusahaan melakukan upscalling karyawannya," tutur Ala.


Alumnus Binus ini turut memberikan kabar kalau Binar Academy baru saja close round investasi. Sayangnya dia tidak mengungkapkan detailnya

"Akhirnya setelah tiga tahun bootstrapping, kami sudah close round dengan investor. Nanti diumumkan, tunggu ya," ujarnya.

Binar Academy pun tengah mengikuti incubator EduSpaze dari Singapura. Di sini pihaknya bisa belajar banyak dari orang Finlandia yang terkenal edukasinya paling bagus di dunia.

"Kami benar-benar ingin fokus bagaimana menghadirkan kualitas terbaik namun tetap terjangkau," kata Ala.

Perempuan Terkungkung Pola Pikir

Ala melihat kesempatan perempuan di dunia teknologi Indonesia makin terbuka luas. Setidaknya dia lihat dari makin banyaknya kaum hawa yang menjadi murid Binar Academy.

"Dari dulunya 10% kini jadi 40%. Ini menandakan ada kenaikan dari sisi keinginan untuk masuk ke situ (dunia teknologi), makin banyak yang berpikiran ini bukan hal yang mengerikan bagi perempuan," ujarnya.

"Sekarang sudah tidak ada batasan lagi zaman sekarang. Kayaknya sudah tidak ada rekrutmen yang harus pria untuk IT," tambah Ala.

 

Pun begitu butuh lebih banyak tokoh perempuan di dunia teknologi yang ditampilkan di media. 

Disarankannya jangan melulu mengulas sosok level founder, tapi sedikit ke bawah seperti level UI/UX Lead yang kini banyak diisi oleh perempuan.


Dengan begitu akan makin menginspirasi yang lainnya. Karena tidak dipungkiri masih banyak perempuan yang terkungkung oleh pola pikirnya sendiri. 

Banyak yang masih memikirkan batasan, misalnya ini dunia cowok, cewek tidak bisa memimpin.

"Sekarang tinggal balik ke perempuan itu sendiri. Kesempatan sudah terbuka luas," tegas Ala.

"Ketakutan itu kayaknya ada di kepala kita, kadang-kadang itu bukan sebuah realita. Faktanya tidak seperti itu, jadi tidak perlu ada lagi yang ditakuti," pungkasnya. 


Learn more »