Feature news

Tampilkan postingan dengan label nasa in moon. Tampilkan semua postingan

Kilas Balik Saat Pertama Kali Manusia Injakkan Kaki di Bulan

Langkah kecil seorang pria yang setara lompatan besar bagi peradaban manusia. Begitulah gambaran pendaratan perdana di Bulan dari orang yang pertama kali tiba.

 

Selain itu, sejumlah foto ikonik juga dihasilkan oleh keduanya. Salah satunya adalah foto Aldrin yang berdampingan dengan bendera Amerika Serikat ini.

Buzz Aldrin menyusul Armstrong sekitar 20 menit kemudian.

Saturn V masih menyandang status sebagai roket terkuat sepanjang sejarah dengan kemampuan membawa muatan hingga 118 ton menuju orbit rendah Bumi.

Ada juga foto jejak kaki yang disebut masih bisa dilihat secara langsung di Bulan sampai saat ini.

Saturn V menjadi roket yang memberangkatkan para astronot ke Bulan.

Para astronot yang tergabung dalam misi Apollo 11 adalah Neil Armstrong, Michael Collins, dan Edwin "Buzz" Aldrin.

Mereka menghabiskan waktu lebih dari dua jam berkeliaran di luar kendaraan antariksa.

Ketiganya sudah menjalani misi ke luar angkasa sebelum berangkat ke Bulan.

Selain menjadi orang kedua yang menginjakkan kaki di Bulan, Aldrin merupakan orang pertama yang buang air kecil di satelit alam Bumi.

52 tahun yang lalu, tepatnya pada 20 Juli 1969, NASA berhasil mengirimkan sejumlah angkasawannya ke satelit alam Bumi melalui misi Apollo 11.

Sepanjang berjalan kaki di Bulan, mereka berhasil mengumpulkan sekitar 21,5 kilogram material Bulan untuk dibawa ke Bumi.

Armstrong pasca menginjakkan kaki di Bulan.

Neil Armstrong menjadi yang pertama menginjakkan kaki ke Bulan enam jam setelah melakukan pendaratan.

Learn more »

Ini Dalang Teori Konspirasi Pendaratan di Bulan adalah Palsu

Pendaratan pertama Amerika di Bulan dipercaya sebagian orang sebagai kejadian palsu. Dari mana asal usul teori konspirasi ini? Foto: NASA

 

Pendaratan pertama Amerika di Bulan pada 1969 adalah kejadian luar biasa dan merupakan pencapaian terbesar manusia pada masa itu. 

Meski begitu, ini dipercaya sebagian orang sebagai kejadian palsu. Dari mana asal usul teori konspirasi ini?

Semua bermula dari seorang pria dan pamflet miliknya yang bertuliskan 'kebohongan Amerika USD 30 miliar'. 

Ialah Bill Kayshing yang menyebutkan kejadian pendaratan di Bulan adalah hoax sebagaimana ditulis The Guardian.

Kaysing merupakan karyawan Rocketdyne, sebuah perusahaan yang membantu merancang mesin roket Saturn V. 

Pada tahun 1976, dia menerbitkan sendiri sebuah pamflet berjudul 'We Never Went to the Moon: America's Thirty Billion Dollar Swindle'.

Terlepas dari bukti yang luar biasa termasuk 382 kg batu Bulan yang dikumpulkan dari enam misi; bukti dari Rusia, Jepang dan China; dan gambar dari NASA Lunar Reconnaissance Orbiter yang menunjukkan jejak yang dibuat oleh para astronot di debu Bulan, kepercayaan pada konspirasi ini telah berkembang sejak 1969.


Teori ini biasanya juga dipercaya oleh para anti-vaxxers, chemtrailer, penganut Bumi datar, penyangkal Holocaust, dan konspirasis Sandy Hook. 

Tokoh podcast Joe Rogan adalah salah satu orang yang meragukan. 

Begitu pula dengan YouTuber Shane Dawson. Seorang profesor sosiologi di New Jersey pernah juga memberi tahu murid-muridnya bahwa pendaratan itu palsu.

Sementara Kaysing mengandalkan lembaran fotokopi untuk menyebarkan informasi ini, sekarang yang menyebarkan konspirasi ini memanfaatkan media lain seperti situs Reddit.

"Kenyataannya adalah, internet telah memungkinkan orang untuk mengatakan apa pun yang mereka suka kepada lebih banyak orang daripada sebelumnya," keluh Roger Launius, mantan kepala sejarawan NASA.

"Dan sebenarnya, orang Amerika menyukai teori konspirasi. Setiap kali sesuatu yang besar terjadi, seseorang memiliki penjelasan balasan," katanya.

Di era modern sekarang, kepercayaan terhadap penjelajahan ke luar Bumi sudah makin meningkat. 

Tapi ngomong-ngomong, ada yang masih percaya bahwa pendaratan di Bulan adalah sebuah kebohongan?


Learn more »

Jaringan 4G di Bulan Bisa Ciptakan Bencana

Niat Badan Penerbangan dan Antariksa atau NASA membangun jaringan komunikasi 4G di Bulan menuai protes. 

Padahal, NASA sudah menggandeng Nokia dengan menggelontorkan dana sebesar US$14,1 juta (sekitar Rp203 miliar) untuk mengatur sistem komunikasi untuk para astronot dalam bentuk suara, data, triangulasi dan video-on-demand.

Adalah Emma Alexander, kandidat Doktor (PhD) bidang astrofisika di Universitas Manchester, Inggris, yang menyatakan bahwa gangguan frekuensi radio (RFI) adalah musuh jangka panjang astronom radio. 

Dengan begitu, jaringan 4G bisa menjadi bencana untuk teleskop radio yang sangat sensitif.

Umumnya, seperti dikutip dari situs Space, Rabu, 30 Desember 2020, setiap lokasi teleskop radio meminta semua pengunjung untuk mematikan smartphone atau ponsel pintar mereka karena itu dapat mengganggu cara kerja teleskop.

Teleskop radio biasanya dibangun di lokasi yang jauh dari kota, dalam upaya menghindari RFI. 

Cara tersebut membantu teleskop terhindar dari sinyal smartphone dan oven microwave. 

Namun, teleskop radio berbasis darat tidak sepenuhnya bisa menghindari RFI dari luar angkasa seperti satelit atau jaringan telekomunikasi Bulan di masa depan.

Menurut Emma, sumber utama RFI baru di Bulan akan membuat teleskop semakin sulit untuk menyaring gangguan dan fokus pada sinyal yang sangat redup. 

Para astronom juga menginginkan teleskop radio yang dibangun di sisi jauh Bulan. Selain terlindung dari sinyal di Bumi, itu juga dapat mengamati pada frekuensi radio terendah.

"Mengamati pada frekuensi radio rendah dapat membantu menjawab pertanyaan mendasar tentang alam semesta, seperti saat-saat pertama setelah big bang," ungkapnya. 

Tak hanya jaringan 4G, mega constellation dari Satelit Starlink milik SpaceX, juga meresahkan para astronom.

Sebab, satelit internet milik Elon Musk itu bisa menghambat pengamatan langit berbasis darat dan kemungkinan terjadinya salah deteksi benda langit karena satelit Starlink terlalu terang.

Anak usaha Nokia di Amerika Serikat (AS), Bell Labs, akan menerapkan jaringan 4G pertama di antariksa. 

Tujuannya mendukung komunikasi di Bulan dalam jarak yang jauh, kecepatan dan hal lain yang ditingkatkan dari standard yang ada sekarang.

Perangkat 4G sebenarnya sangat murah. Namun dana tersebut membengkak akibat diletakkan di lokasi yang tidak biasa.

 "Akan jadi komunikasi penting pada aplikasi transmisi data, termasuk mengontrol kendaraan antariksa, navigasi di geografi Bulan, dan streaming video dengan definisi tinggi," tulis Bell Labs dalam tweetnya, pertengahan Oktober lalu.

Learn more »

Seperti Ini Gerhana Bulan Jika Dilihat dari Bulan

Foto: MingChuan Wei/Harbin Institute of Technology/CAMRAS-DSLWP-B team/Dwingeloo Radio Telescope, Edit by Jason Major


Pada 2 Juli 2019, Bulan melemparkan bayangannya ke permukaan Bumi. Peristiwa ini disebut gerhana Bulan. Astronom merilis foto dari peristiwa tersebut, namun dilihat dari Bulan.

Seperti apa ya ?

Dilihat dari Bulan, tentu tampilannya berbeda dengan gerhana Bulan jika dilihat dari Bumi.

Berkat sebuah kamera pada satelit kecil yang mengorbit Bulan, terekam peristiwa ketika bayangan melingkar Bulan bergerak di atas permukaan Bumi.

Dikutip dari Science Alert, satelit yang berhasil merekam peristiwa itu adalah Longjiang-2 milik China. Longjiang-2 adalah mikrosatelit yang diluncurkan pada 2018 dan merupakan bagian dari misi eksplorasi Bulan oleh pendarat robot Chang'e 4.

Longjiang-2 punya 'saudara' yakni Longjiang-1 yang gagal memasuki orbit Bulan. Pasangan mikrosatelit ini semula dirancang untuk bersama-sama mempelajari gelombang radio frekuensi sangat rendah dari objek bintang jauh.

Beruntung Longjiang-2 berhasil masuk ke orbit Bulan dan membawa kamera kecil yang disebut Inory Eye. Kamera inilah yang merekam gambar-gambar bayangan gerhana saat melintasi Bumi.

Kamera ini dibuat oleh siswa Harbin Institute of Technology, berbarengan dengan pengembangan pemancar radio kecil.

Tak seperti proyek yang dikelola dengan baik oleh pemerintah, kamera, pemancar, dan gambar dari peristiwa gerhana Bulan ini membutuhkan kolaborasi yang melibatkan banyak pihak antara astronom amatir, profesional, dan mahasiswa.

Perintah yang diperlukan oleh satelit dan kameranya untuk mengambil gambar-gambar ini disusun oleh MingChuan Wei dari Harbin Institute of Technology.

Gambar-gambar ini kemudian diunggah ke satelit oleh astronom radio amatir asal Jerman bernama Reinhard Kühn.

Penerimaan gambar-gambar di Bumi ini mengandalkan para amatir yang mengoperasikan Teleskop Dwingeloo di Belanda.

Hanya ada satu masalah dari penelitian ini, yaitu gambarnya dalam bentuk mentah dan memiliki rona ungu yang mencolok.

Untungnya, penelitian ini kemudian mendapat bantuan dari desainer grafis profesional Jason Major dari Lights In The Dark.

Dia punya ketertarikan kuat dalam bidang antariksa sehingga mendorongnya terlibat bekerja dengan mewarnai Bumi dan Bulan dengan tampilan asli mereka sehingga gambaran peristiwa bisa tertangkap sempurna.

Mungkin peristiwa gerhana Bulan ini adalah gambar paling istimewa peninggalan Inory Eye camera.

Tidak akan ada lagi gambar-gambar lain yang dihasilkannya karena satelit Longjiang-2 menabrak Bulan pada 31 July 2019.

Hal ini memang direncanakan, karena misi satelit hanya berlangsung selama 437 hari.
Learn more »

NASA Ingin Ciptakan Oksigen di Bulan Pakai Emas

Badan antariksa nasional Amerika Serikat NASA, berencana menciptakan oksigen di Bulan.

Untuk itu, mereka akan menggunakan emas sebagai salah satu materialnya Laporan yang dikutip dari Tech Times itu menyebutkan, NASA mencari cara untuk mengubah karbon dioksida menjadi oksigen menggunakan peralatan yang melekat pada salah satu rover yang akan diluncurkan ke Bulan, berupa kotak berbahan emas.

Alat berbahan emas ini disebut NASA sebagai Mars Oxygen In-Stu Resource Utilization Experiment (MOXIE). Ide ini datang dari ketua investigator proyek MOXIE, Michael Hecht.

Kenapa justru namanya mengandung kata Mars, karena MOXIE merupakan model uji untuk membantu penjelajah Mars di masa depan menghasilkan oksigen dari karbon dioksida di Mars.

"Ketika mengirim manusia ke Mars, kita ingin mereka kembali dengan aman, dan untuk melakukan itu, mereka membutuhkan roket untuk terbang dari planet ini.

Propelan oksigen cair adalah sesuatu yang bisa kita buat di sana dan tidak harus dibawa bersama kita.

Satu gagasan ini akan akan membawa tangki oksigen kosong dan mengisinya di Mars," katanya.

MOXIE dibuat dari emas untuk meminimalkan dampak dengan kotak elektronik di dalam ruang rover.

Selain itu, emas memiliki emisivitas atau daya memancarkan yang rendah.

Artinya, material ini tidak memancarkan panas secara dan ini berguna membantunya bertahan hidup di suhu panas Mars.

Menurut Jim Lewis, salah satu engineer MOXIE, alat ini akan bekerja dengan menyuntikkan energi ke dalam anoda dan katoda.

Oksigen akan dipisahkan dari karbon dioksida yang memungkinkannya diekstraksi untuk menghasilkan oksigen sendiri.

"Ini akan memastikan berkurangnya dampak terhadap kotak elektronik terdekat dari rover.

Emas tidak memancarkan panas secara efektif, karena emisivitasnya sangat rendah," kata Lewis.

Rover NASA dijadwalkan akan diluncurkan ke Bulan pada Juli 2020. Rover ini dikembangkan untuk mengekstraksi material yang didapat di Mars untuk dibawa lagi ke Bumi pada 2031.

Sampel yang diekstraksi nantinya akan dipakai sebagai bahan penelitian untuk memperoleh informasi tambahan tentang Planet Merah yang masih misterius tersebut.
Learn more »

NASA Ingin Ubah Bulan Jadi Seperti Death Star di Star Wars

Konsep LCRT yang dikembangkan Bandyopadhyay
NASA baru saja memberikan hibah untuk sejumlah proyek luar angkasa baru yang inovatif. Salah satunya proyek untuk membangun teleskop radio berdiameter 1 km di dalam kawah Bulan

Jadi mirip Death Star di Star Wars deh.

Dikutip dari Science Alert, proyek tersebut bernama Lunar Crater Radio Telescope (LCRT) yang dikembangkan oleh Saptarshi Bandyopadhyay, seorang ahli teknologi robotik di Jet Propulsion Laboratory.

Teleskop radio ini akan ditempatkan di sisi terjauh Bulan. 

Lokasi ini dipilih karena teleskop tersebut akan mampu mengukur wavelength dan frekuensi yang tidak bisa dideteksi dari Bumi, karena tidak terhalang oleh ionosphere atau suara mengganggu lainnya yang datang dari Bumi.

"LCRT bisa memungkinkan penemuan ilmiah yang sangat besar dalam bidang kosmologi dengan mengamati jagad raya awal di pita 10-50m wavelength (pita frekuensi 6-30MHz), yang belum dijelajahi oleh manusia hingga saat ini," tulis Bandyopadhyay dalam keterangannya.

Rencana pembangunannya akan melibatkan robot penjelajah di Bulan. Robot ini akan memasang jala kawat sepanjang 1 km di kawah Bulan yang berdiamater 5 km.

Receiver yang ditempatkan di tengah kawah akan melengkapi sistem ini. Semua fungsinya akan bisa dijalankan secara otomatis tanpa memerlukan bantuan operator manusia.

Proyek teleskop bulan ini merupakan satu dari 23 proyek yang mendapatkan dana hibah bernilai total USD 7 juta dari NASA Inovative Advanced Concepts (NIAC). Untuk fase pertama ini masing-masing proyek mendapatkan USD 125 ribu yang digunakan untuk mengembangkan ide ini selama sembilan bulan.

Saat ini, proyek LCRT masih dalam tahap awal pengembangan, dan masih belum jelas kawah mana yang hendak digunakan sebagai lokasi pengembangan.  

NASA juga menegaskan bahwa proyek dalam program ini bukan misi resmi NASA dan membutuhkan puluhan tahun untuk dikembangkan.

Tapi jika Bandyopadhyay dan timnya berhasil mengembangkan dan membangun teleskop ini, maka LCRT akan menjadi teleskop radio terbesar di jagad raya. 

Saat ini teleskop radio terbesar di Bumi adalah Five-hundred metre Aperture Spherical Telescope (FAST) yang berdiameter 500 meter.

Uniknya, rencana memanfaatkan kawah di Bulan ini dikomentari media Inggris sebagai mirip Death Star di film Star Wars. Death Star juga punya cekungan yang dimanfaatkan sebagai meriam raksasa.
Learn more »