Elon Musk, Korban Bully yang Jadi Orang Terkaya Sedunia

 

Elon Musk telah berstatus orang terkaya dunia versi Bloomberg Billionaires Index, dengan harta diestimasi USD 194 miliar atau Rp 2.722,9 triliun. 

Pada tahun 2020, kekayaannya memang melesat begitu tinggi terutama berkat performa saham Tesla yang meroket.

Ia merevolusi industri pesawat antariksa melalui perusahaan SpaceX, juga mobil listrik via Tesla. 

Hyperloop, transportasi kereta masa depan super cepat, juga adalah gagasannya, demikian pula ide menanamkan chip ke otak manusia melalui perusahaan Neuralink. 

Ia memang berasal dari keluarga berada, tapi masa kecilnya tidak mengenakkan.

Elon yang lahir di Pretoria, Afrika Selatan pada 49 tahun lalu, memang bukan bocah biasa. Ia gila membaca buku, suka hal-hal berbau fiksi ilmiah dan komputer. Senang menyendiri, Elon juga agak canggung bergaul. Maka ia jadi incaran pelaku bully di sekolahnya.

 

Elon jadi bulan-bulanan di sekolahnya, kadang dihajar sampai pingsan. 

Terluka karena dijatuhkan dari tangga ke lantai bahkan sampai harus masuk rumah sakit pun pernah dialaminya.

"Mereka memanfaatkan teman baikku untuk membujukku keluar dari persembunyian sehingga bisa menghajarku. 

Dan itu sakit. Untuk beberapa alasan, mereka mengincarku jadi korban dan mereka melakukannya non stop," katanya yang dikutip dari Business Insider

"Itu yang membuat masa pertumbuhanku sukar. 

Beberapa tahun tidak ada jeda. 

Kamu dikejar-kejar geng di sekolah yang mencoba memukulku dan aku pulang ke rumah dan di sana kondisinya juga buruk," kata Elon Musk lagi.

Di rumah, Elon mendapat didikan keras dari orang tuanya. 

Di usia 9 tahun, bapak ibunya bercerai. Pengalaman yang buruk itu, baik di sekolah maupun di rumah, membuat Elon akhirnya meninggalkan Afrika Selatan.

Sang ayah rupanya mendidiknya dengan keras. Namun mungkin masa kecil itulah yang menempa Elon Musk jadi manusia gigih. 

Apalagi dia sudah gemar belajar meski kadang ada yang menganggapnya bocah aneh.

"Elon selalu menjadi seorang pemikir introvert. 

Jadi jika orang pergi ke pesta keren, minum-minum dan membicarakan sesuatu seperti rugby atau olahraga, Elon lebih suka berada di perpustakaan dan membaca buku," kata sang ayah, Errol Musk.

"Dia menemukan kesenangan dengan hal itu, meski bukan berarti dia tidak mau pergi ke pesta," imbuh Errol.

"Apa yang dia tanyakan sejak kecil selalu mengejutkan. Ketika masih sangat bocah, dia sudah bertanya ada di mana seluruh dunia? Itu ketika umurnya 3 atau 4 tahun. 

Pertanyaan semacam itulah yang membuatku sadar dia agak berbeda," papar Errol.

Walau kadang berseteru dengan Elon Musk, Errol yang berprofesi sebagai pilot dan pelayar, sukses membesarkan ketiga anaknya. 

Saudara Elon yang bernama Kimbal juga seorang miliarder dan menjalankan bisnis makanan. Sedangkan Tosca, anak perempuannya, bekerja sebagai produser film.

"Kimbal jauh lebih gila pesta. Dia direktur pertama SpaceX dan Tesla. Namun kini dia di dunianya sendiri berbisnis restoran dan katering," Errol melanjutkan.

Pada umur 11 tahun, Elon sudah sangat tertarik dengan komputer dan sangat ingin ikut les meski belum cukup umur. 

Ia terus memaksa meski dilarang sehingga Errol terpaksa membelikannya. "Jadi kami membelinya, untungnya dengan harga diskon. 

Dan dengan komputer itu, dia belajar sendiri menggunakan DOS untuk melakukan pemrograman," sebutnya.

Tepatnya pada umur 18 tahun dia pindah ke rumah pamannya di Montreal, Kanada dan mendapat kewarganegaraan di sana. 

 Mengejar ambisi-ambisi besarnya yang kini telah terwujud, ia pindah ke Amerika Serikat dan menjadi warga negara adidaya itu sejak tahun 2002.

0 komentar: