Marilyn Parhusip saat mempresentasikan Leastric Foto: dok Pribadi
Kondisi anaknya begitu, sang ibu pun berpesan agar Marilyn tidak
perlu idealis mencari kerja sesuai bidangnya. Dia disarankan untuk
mencari pekerjaan apapun, meski bukan di bidang teknologi. Perempuan yang hobi nyanyi ini manut pesan ibunya. Marilyn pun menjajal melamar di bidang lain. Akhirnya diterima di bagian kredit dan marketing sebuah bank. "Saya
sempat pusing saat pertama kali masuk, hampir menyerah, orang otaknya
bukan ekonomi. Tapi saya coba eh kok sampai delapan tahun di bank,"
ujarnya sembari tertawa. Kendati delapan tahun menjalani karier di
bank, keinginan untuk bergelut di bidang teknologi rupanya tidak padam. Akhirnya Marilyn memutuskan berhenti dari pekerjaannya dan mengambil
gelar master di University of Technology, Sydney, Australia. Tak
tanggung-tanggung dua gelar yang diambilnya. Ada Master of Business
Administration (MBA) di jurusan Technology Management dan Master of
Engineering (MEng) di jurusan Engineering Management. Tapi dua
gelar yang didapat malah jadi bumerang bagi dirinya. Marilyn kembali
ditolak oleh sejumlah perusahaan teknologi di Indonesia saat dirinya
hendak bergabung. "Karena tahun saya sempat kerja di Australia,
perusahaan di sini mengaku tidak bisa membayar gaji saya, kegedean kalau
kata mereka. Ada juga yang ngira saya bakal bentar di Indonesia dan
bakal balik lagi ke Australia," tutur Marilyn. Karena tidak dapat
kerja, dia akhirnya membuka usaha bersama temannya bikin aplikasi
dropshipping dan berjualan makanan di kantin kantor. Nah dari kantin
kantor inilah Marilyn tahu soal Apple Developer Academy. "Ada
kakaknya teman tahu saya suka sekali teknologi dan ingin balik ke dunia
teknologi, dia bilang kalau Apple Developer akan buka dan menganjurkan
saya untuk mencoba daftar," ujarnya. 'Murtad' dari Android ke iOS Merilyn
mengaku awalnya ragu mengikuti Apple Developer Academy lantaran usia
yang tak lagi muda. Tapi ternyata untuk mengikuti program tersebut tidak
ada batasan umur, seketika itu pula semangatnya membara. Dia pun
segera mendaftar, sayangnya karena telat Marilyn hanya masuk daftar
waiting list. Pihak keluarga yang tahu soal itu kembali menganjurkannya
untuk mencari kerja dan tidak mengikuti gelombang kedua. Ibarat
masuk kuping kiri keluar kuping kanan, Merilyn yang mengaku keras
kelapa tidak mengubris hal tersebut. Dia mecoba lagi Apple Developer
Academy tahun kedua. Tak disangka dia berhasil lolos. "Aku nggak
nyangka keterima. Karena sudah lama tidak menyentuh teknologi lagi,
coding kayak apa gitu nggak pernah ngerti meski kemarin sempat bikin
website, selain itu saya adalah pengguna Android. Tapi saya terjang dulu
aja, siapa tahu (ini jalannya)," kata Marilyn. Pengetahuan soal
Apple menjadi salah satu topik ujian. Marilyn mengaku kesulitan menjawab
karena dia bukanlah Apple Fanboy melainkan pecinta Android. "Saya
dari dulu bukan pecinta Apple, tapi penggemar produk Android. Makanya
pas tes agak-agak nggak ngerti. Tapi saya ternyata bisa lolos,"
tuturnya. Saat tes wawancara yang diingatnya paling seru. Karena
dia sempat berdebat soal Android vs iOS. Marilyn yang mengaku ngotot
kalau Android lebih unggul, padahal dia belum pernah menggunakan
perangkat Apple. Karena itu setelah tes tersebut dia pesimis berhasil. "Saya bilang ke adik kalau nggak bakal keterima karena sempat berdebat soal Android dan iOS. Eh ternyata dapet," ujar Marilyn. Tak
kenal maka tak sayang, demikian yang terjadi pada perempuan yang doyan
menari ini. Dibekali perangkat Apple terkini dan belajar bahasa
pemrograman iOS membuat Marilyn jatuh hati pada ekosistem milik raksasa
teknologi asal Cupertino itu. "Dari situ saya mulai berpindah hati, ternyata Apple lebih enak. Harus kenal dulu baru tahu," katanya sembari ngakak. |
0 komentar: