by.U Sebagai Brand: Playful dan Bucin pun Muncul
Sebagai sebuah merek/brand yang terbilang baru, by.U punya PR besar mencuri perhatian di antara layanan seluler lainnya. Gaya anak muda, termasuk istilah bucin, pun muncul.
Selain
punya konsep kustomisasi kuota data, by.U sebagai produk digital
end-to-end turut menghadirkan seluruh proses penggunaan layanan lewat
aplikasi.
Kuota internetnya pun dapat digunakan pengguna selama 24 jam,
di semua jaringan Telkomsel (2G, 3G, 4G).
Hal itu tak lepas dari
keinginan untuk menjawab kebutuhan target pasar yang secara spesifik
memang dibidik oleh by.U, dalam hal ini adalah Generasi Z atau anak muda
pada rentang usia 13-25.
Nah, target market ini sendiri disebut
Evita Purnamasari, Creative & Brand Lead by.U, sebagai elemen besar
dari sebuah merek.
Hal itu ia paparkan dalam acara 'detikcom Goes to Campus - Workshop Membangun Karakter Brand dalam Bentuk Visual' di UNS, Solo, Selasa (3/3/2020).
Dalam
paparannya, ia pertama-tama menyebut branding sebagai seperangkat alat
komunikasi yang diperlukan agar brand lebih dikenal masyarakat.
Di dalamnya ada branding kit yakni nama, logo, jingle, dan tagline.
Dalam
membentuk sebuah brand, imbuhnya, diperlukan pula sejumlah elemen yakni
target market, brand purpose, brand image, dan terakhir brand identity.
Agar
fokus ke market yang jadi bidikan, patut diingat bahwa yang terbaik
adalah fokus ke segmen terpenting karena brand lazimnya tak bisa cocok
untuk semua kalangan.
Setelah itu ada elemen purpose atau tujuan dari
brand itu sendiri.
"Di by.U, misalnya, kami bikin pelanggan bisa
pilih-pilih paket semaunya sebagai customer benefit. Itu purpose.
Produk
yang mirip-mirip harus punya purpose berbeda dengan kompetitor agar
survive," kata Evita.
Hal serupa, image dari brand, sebaiknya
juga memiliki diferensiasi apalagi terhadap produk-produk lain yang
mirip.
Berikutnya, brand itu harus punya identitas yang salah satunya
dapat diselaraskan dengan target bidikannya.
"Target by.U adalah
usia 13-25.
Caranya lewat logo, warna, typography (jenis tulisan font), foto seperti apa, ilustrasi, dan visual device atau elemen tambahan agar brand tambah diingat, dalam hal ini kami memakai ubrush," ucapnya.
Setelah itu, imbuhnya menegaskan, yang terpenting dan bahkan menjadi kunci, adalah konsistensi.
Dibutuhkan eksekusi yang konsisten dari semua
elemen di atas. "Jika tidak dijaga, orang akan lupa dengan brand
tersebut."
Dalam konteks by.U sebagai sebuah brand, konsistensi
itu di antaranya hadir lewat gaya yang playful dan friendly, alias penuh
gaya anak muda yang memang menjadi target bidikannya.
"Penggunaan bahasan slengean di by.U. Kita tak pakai bahasa yang terlalu korporat, kita pakai yang nyantai," jelas Evita.
Ia
juga mencontohkan sebuah program promosi yang dilakukan oleh pihaknya
pada hari Valentine di bulan Februari lalu. Muncul lah style agak receh
lewat Kuota Bucin. Bukan Bucin-nya Budak Cinta sebagaimana dikenal anak
muda, tapi Bucin singkatan dari Bundling Cinta.
"Cara sebuah
brand membuat identitas dan karakternya masing-masing harus terus dibawa
ke semua platform/materi komunikasi," ucapnya.
"Attitude harus
dijaga di semua platfom. Model komunikasinya lebih dekat dengan
pengguna. Kita bikin hadiah 3 bulanan hubungan by.u dengan pelanggan,"
tutur Evita.
Di balik itu, by.U juga menempatkan dirinya sebagai
sebuah brand yang senantiasa terbuka mendengarkan pelanggan.
Bahkan
penyusunan paket promo dalam layanannya pun diformulasikan setelah lebih
dulu mendengar masukan customer.
"Nyantai, anak muda banget, penuhi keinginan pelanggan," sebut Evita menjelaskan filosofi di balik by.U sebagai sebuah merek.
Ia
turut menyebut, dalam waktu 4 bulan terakhir by.U sudah mencapai 1 juta
downloader di Indonesia setelah resmi diperkenalkan medio bulan Oktober
2019 lalu sekaligus mulai bisa di-download di Google PlayStore.
0 komentar: