Tim Terbaik Piala Dunia: Uni Soviet 1962


Brasil vs Uni Soviet di Piala Dunia 1958. (AFP)
Tahun 1960-an dalam dunia sepak bola dapat dikatakan sebagai peralihan tim terkuat dunia dari Hongaria ke Brasil. Ketika revolusi Hongaria pecah tahun 1956, pengaruhnya tehadap sepak bola cukup besar, di antaranya menyebabkan eksodus pemain-pemain tim nasional mereka, termasuk andalan utama Ferenc Puskas ke Spanyol. Prestasi The Mighty Magyars pun menurun drastis setelah itu.
Penguasa sepak bola pun beralih ke benua Amerika, yaitu Brasil. Akhir dekade 50-an, tepatnya pada Piala Dunia 1958 di Swedia menjadi saksi kelahiran negara raksasa sepak bola baru. Dimotori bintang muda Pele, Brasil memenangi Piala Dunia pertama mereka dengan mengalahkan tuan rumah Swedia. Gelar ini sekaligus menghapus duka tragedi Maracanazo, sebuah cerita kelam final Piala Dunia tahun 1950 di mana Brasil di depan 200 ribu pendukungnya di Stadion Maracana dipaksa menyerah oleh Uruguay.
Tim yang mengandalkan poros Djalma Santos, Didi, Vava, Garrincha dan Pele ini kemudian mempertahankan gelar mereka empat tahun kemudian di Cile. Meski tanpa Pele yang cedera nyaris sepanjang turnamen, Amarildo yang menggantikannya mampu tampil cemerlang, juga Garrincha yang akhirnya keluar sebagai pemain terbaik.
Namun di luar tim Samba tersebut, terdapat pesaing-pesaing dari Eropa yang kekuatannya mendekati seperti Cekoslovakia yang dihadapi Brasil dalam final Piala Dunia 1962, atau yang menjadi fokus pembahasan kali ini: Uni Soviet. Tim nasional Uni Soviet tahun 1950 hingga 1960-an memang dikenal sebagai salah satu yang terkuat di dunia saat itu.
Negara ini mulai memperlihatkan potensi besarnya di dunia sepak bola tahun 50-an. Ketika itu, mereka berhasil meraih medali emas cabang sepak bola yang berlangsung di Melbourne, Australia. Dalam perjalanan merebut medali emas, tim yang dilatih Gavriil Kachalin ini sempat ditahan imbang tanpa gol oleh Indonesia pada babak perempat final sebelum kemudian menang telak 4-0 dalam partai ulangan. (Hingga saat ini, hasil fenomenal 0-0 melawan salah satu tim terkuat di dunia tersebut masih kerap dibicarakan oleh insan sepak bola Indonesia sebagai sebuah pencapaian besar.)
Aksi kiper Lev Yashin di Piala Dunia 1958. (AFP)
Pelatih Kachalin sempat mundur dari jabatannya tahun 1958, namun tahun 1960 ia kembali menangani tim Red Army. Hasilnya luar biasa karena Uni Soviet kemudian menjuarai turnamen Piala Eropa pertama tahun 1960 tersebut. Hasil ini membawa optimisme dalam perjalanan mereka di Piala Dunia 1962. Berada satu grup dengan Kolombia, Yugoslavia dan Uruguay, penampilan Uni Soviet cukup meyakinkan dengan merebut dua kemenangan atas Yugoslavia dan Uruguay. Kiprah mereka kemudian baru terhenti di tangan tuan rumah Cile pada babak perempat final.
Uni Soviet di Piala Eropa 1960 (UEFA)
Seakan mempertegas kehebatan, penampilan gemilang Uni Soviet ini tidak berhenti di Piala Dunia 1962 saja. Tahun 1964, mereka berhasil menduduki posisi kedua Piala Eropa, dan tahun 1966 berhasil menduduki peringkat ke-4 Piala Dunia yang berlangsung di Inggris.
Eduard Streltsov, Pele dari Rusia
Ada dua hal yang cukup mengganjal dari kekalahan di Piala Dunia 1962, yang pertama adalah mengenai kiper Lev Yashin. Pada Piala Dunia tersebut, penampilan kiper yang dianggap terbaik di dunia sepanjang masa ini kurang meyakinkan lantaran ia memang bermain dalam kondisi cedera. Hal kedua, dan yang dinilai cukup berpengaruh besar adalah ketidakhadiran seorang pemain hebat bernama Eduard Streltsov.
Eduard Streltsov (Wikipedia)Mungkin nama ini cukup asing di kalangan penggemar sepak bola, sebuah ironi mengingat kemampuannya mengolah si kulit bundar amatlah mumpuni. Oleh banyak pengamat, Streltsov dijuluki Pele dari Rusia karena kelihaiannya menggiring bola dan mencetak gol.
Pemain kelahiran 1937 ini telah mencuri perhatian sejak kiprahnya pada Olimpiade 1956 yang berbuah medali emas. Kemampuannya pun diakui dengan menduduki posisi 13 dalam penghargaan prestisius Ballon d’Or pada tahun yang sama, lalu posisinya meningkat ke peringkat 7 setahun berselang, menggambarkan bahwa ia adalah pemain kelas dunia saat itu.
Streltsov masih berusia 21 tahun saat Piala Dunia 1958 berlangsung, dan semestinya ia bahu membahu bersama Igor Netto dan kawan-kawan di lapangan. Jika saja Sterltsov bermain, maka kemungkinan besar ia menjadi lawan yang seimbang dari Pele. Namun kenyataannya, Sterltsov harus mendekam di penjara atas tuduhan pemerkosaan.
Banyak yang meyakini Streltsov dijebak dalam sebuah permainan politik tingkat tinggi yang sampai melibatkan perdana menteri saat itu, Nikita Krushchev. Jonathan Wilson dalam bukunya yang berjudul Behind The Curtain menceritakan kisah yang amat lengkap, yang pada intinya adalah Streltsov dijebak lantaran menolak perjodohan dengan salah seorang putri dari menteri sekaligus anggota politburo yang dekat dengan Krushchev.
Prestasi hebat Streltsov di usia yang masih amat muda berpadu dengan kegemarannya berpesta dan berhubungan dengan wanita. Diceritakan bahwa dengan menggunakan seorang wanita bernama Maria Lebedeva yang ditemuinya di sebuah pesta undangan, Streltsov bersama dua rekannya yaitu Boris Tatushin dan Mikhail Ogonkov dijebak sehingga polisi menangkap mereka bertiga.
Streltsov kemudian dipaksa mengakui perbuatan (yang belum tentu dilakukannya) itu jika ia ingin mengikuti Piala Dunia. Kenyataannya, hal itu tidak terjadi. Streltsov malah harus menjalani hukuman di penjara Gulag selama 12 tahun, yang akhirnya menghilangkan kesempatannya mengikuti Piala Dunia 1958 dan 1962 di mana saat itu ia berada dalam usia emas pesepakbola.
Streltsov kemudian dibebaskan tahun 1963, setelah menjalani 5 dari 12 tahun masa hukuman. Pasca bebas, Streltsov kembali bermain sepak bola, namun di level amatir dalam kompetisi antar pabrik. Lima tahun tidak bermain di laga kompetitif memang menghilangkan sedikit kecepatan dan kekuatannya, namun tetap saja Streltsov masih terlalu tangguh bagi lawan-lawannya. Hal ini kemudian membawanya kembali ke kancah sepak bola profesional. Torpedo Moscow, mantan klubnya sebelum dipenjara menariknya kembali tahun 1965.
Streltsov tidak mampu menyamai level permainannya seperti sebelum ia dipenjara. Namun ia masih mampu beberapa kali terpilih memperkuat tim nasional, meskipun ia kemudian tidak dipanggil memperkuat negaranya pada Piala Dunia 1966 dan Piala Eropa tahun 1968. Streltsov kemudian melanjutkan karirnya bersama Torpedo Moscow yang juga menjadi satu-satunya klub yang pernah diperkuatnya, di mana ia sempat memberikan sebuah gelar juara liga Soviet dan sebuah Piala Soviet. Ia pun meraih penghargaan individual berupa pemain terbaik Soviet tahun 1967 dan 1968.
Tahun 1970 saat berusia 33 tahun adalah saat terakhirnya dalam bermain sepak bola. Ia meninggal dunia tahun 1990 akibat penyakit kanker tenggorokan. Enam tahun setelah kematiannya, klub Torpedo Moscow mengabadikan namanya menjadi nama stadion klub. Melihat pengakuan tinggi akan kemampuannya, memang tidak salah jika tim nasional Uni Soviet akan mampu berprestasi lebih baik andai diperkuat Streltsov lebih lama, mengingat tanpa pemain inipun mereka sudah cukup disegani di dunia sepak bola 1950-1960an.

0 komentar: