Pembuat film dokumenter Amelia Hapsari menjadi warga Indonesia pertama yang diundang untuk menjadi juri Piala Oscar.
Perempuan
asal Semarang, Jawa Tengah, itu termasuk dalam 819 orang dari jajaran
aktor dan pembuat film yang mendapat undangan untuk bergabung dengan
Academy of Motion Pictures Arts and Sciences, organisasi profesi sineas
di industri perfilman Hollywood.
Menyusul gerakan #OscarsSoWhite pada 2016, yang memprotes dominasi
orang kulit putih di Akademi, organisasi profesi itu berjanji untuk
menambah jumlah anggota perempuan serta kulit hitam, etnis Asia, dan
minoritas etnis lainnya (Black, Asian, and Minority Ethnic; BAME).
Film Avengers yang 'bersaing' dengan film-film Indonesia Jatuhnya
Suharto dan perubahan industri film Indonesia Dilan 1991 : Nostalgia,
'kebangkitan' film nasional, wawancara Pidi Baiq, dan segala
kontroversinya Kepada BBC News Indonesia, Amelia, 41 tahun,
mengatakan dirinya "senang" telah mendukung rekan-rekan dari industri
dokumenter dunia yang selama beberapa tahun belakangan secara sadar
berusaha menambah keberagaman di ajang penghargaan Oscar salah satunya
dengan mencari suara-suara dari negara dunia ketiga sebagai juri.
Amelia mengatakan itulah yang akan menjadi kontribusinya di Akademi.
"Dengan
saya sudah masuk, berarti tugas saya untuk mem-vote film-film yang
terus menyuarakan keberagaman, dan juga terus membantu lagi bertambahnya
nominasi dan juri dari Asia Tenggara," ujarnya kepada wartawan BBC News
Indonesia, Pijar Anugerah, melalui telepon.
Siapa Amelia Hapsari?Peran
Amelia sebenarnya lebih banyak di balik layar.
Dia menjabat sebagai
direktur program di In-Docs, organisasi nirlaba yang bertujuan
memperkenalkan film-film dokumenter dari Asia Tenggara ke dunia
internasional.
Pada 2017 dan 2018, In-Docs bekerja sama dengan
Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Bekraf) untuk mengadakan forum
dokumenter internasional Docs by The Sea.
Dalam forum tersebut,
mereka memilih 30 proyek dokumenter dari Asia Tenggara yang kemudian
dipresentasikan kepada para pengambil kebijakan di industri dokumenter
internasional, termasuk penyelenggara festival-festival film tenama
seperti Sundance dan Tribeca.
Dari situlah Amelia mulai dipandang sebagai kurator film-film dokumenter berkualitas dari Asia Tenggara.
"Mereka
melihat bahwa film-film yang kami dukung ini sangat berkualitas.
Banyak
festival-festival yang kemudian jadi mitra kami ... Kemudian banyak
sekali film-film Asia Tenggara yang masuk ke festival-festival kemudian
mendapat tawaran broadcast dari berbagai negara," ujarnya.
Sebagai
direktur program di In-Docs, Amelia menginisiasi dan menyelenggarakan
berbagai program yang mendukung para pembuat film dokumenter di
Indonesia dan Asia Tenggara, antara lain IF/Then dan Good Pitch.
Usaha
Amelia dan rekan-rekannya untuk mengangkat film-film Asia Tenggara
dihargai oleh para pembuat film maupun industri.
Beberapa orang dari
jaringan itu merupakan anggota Akademi.
"Karena itu kemudian
mereka melihat kami sebagai sebuah hub penting di dunia, juga di Asia
Tenggara, jadi mereka mikir 'oke Amelia harus masuk ke Akademi'," imbuh
Amelia.
Amelia juga pernah terlibat langsung sebagai produser dan
sutradara dalam beberapa proyek film pendek, seperti Jadi Jagoan ala
Ahok (2012) dan Akar (2013).
Rising from Silence, dokumenter yang
dia produksi tentang para penyintas tragedi 1965, meraih Piala Citra
sebagai film dokumenter pendek terbaik pada Festival Film Indonesia 2018
dan disiarkan secara internasional lewat saluran televisi NHK Jepang.
Amelia
telah membuat film sendiri sejak 2001.
Dia kemudian kuliah di Amerika
Serikat dan menghabiskan 15 tahun di luar negeri sebelum kembali ke
Indonesia pada 2012 dan mulai aktif di industri perfilman Indonesia.
Ke depannya, dia berharap industri film dunia bisa menjadi semakin inklusif.
"Mereka
semakin inklusif dalam kerja sama dengan bakat-bakat film dunia dan
menerima cerita-cerita enggak hanya dari AS," ujarnya.
Lampaui target keberagamanJumlah
aktor dan pembuat film yang diundang untuk memilih film pemenang Piala
Oscar tahun ini melampaui target keberagaman yang ditetapkan Akademi.
Dari 819 orang yang diundang, 45 persennya adalah perempuan dan 36 persennya non-kulit putih.
Para
pesohor termasuk Ana de Armas (Knives Out), Zendaya (Spider-Man
Homecoming), Awkwafina (Crazy Rich Asians), Constance Wu (Crazy Rich
Asians), dan Yalitza Aparicio (Roma) juga diundang.
Begitu pula aktor
berkebangsaan Inggris George MacKay (1917) dan Florence Pugh
(Midsommar).
Mereka akan memilih film-film pemenang Piala Oscar
tahun depan, yang bakal dilangsungkan dua bulan lebih lambat dari
biasanya, akibat pandemi virus corona.
"Sangat senang menjadi
anggota baru Akademi dengan begitu banyak orang-orang brilian," kata
sutradara Farewell Lulu Wang dalam sebuah cuitan.
"Meskipun masih
banyak yang perlu dilakukan, angkatan ini lebih kelihatan seperti juri
dari SEJAWAT dibandingkan sebelum-sebelumnya, jadi ini satu langkah ke
arah yang benar."
Presiden Akademi David Rubin mengatakan dalam
sebuah pernyataan pers: "Kami selalu merangkul talenta-talenta luar
biasa yang mencerminkan variasi kaya komunitas film global kami,
khususnya saat ini."
Sebelum calon anggota baru ini diungkap,
anggota Akademi secara keseluruhan terdiri dari 32 persen perempuan,
meningkat dari 25 persen pada 2015.
Jumlah anggota dari "komunitas etnis/ras yang kurang terwakili" juga telah bertambah, dari 8% pada 2015 ke 16% pada 2018.
Keberagaman
di ajang Piala Oscar telah membaik dalam beberapa tahun terakhir,
dengan film seperti Parasite dan Moonlight menyabet piala film terbaik
masing-masing pada 2019 dan 2017.
Beberapa aktor dalam film
Parasite, termasuk Jang Hye-Jin, Jo Yeo-Jeong, Park So-Dam, dan Lee
Jung-Eun, juga mendapat undangan dari Akademi.
Dalam daftar
undangan juga terdapat aktor dan sutradara Nigeria Genevieve Nnaji, yang
mengarahkan sekaligus membintangi film Lionheart, yang didiskualifikasi
dari kandidat film internasional terbaik pada 2019.
https://twitter.com/GenevieveNnaji1/status/1278150714427047936
Akademi
mengatakan mereka akan meluncurkan skema baru, Aperture 2025, untuk
semakin meningkatkan keberagamannya dalam lima tahun ke depan. |
0 komentar: